Revolusi Ilmiah

ImageDalam rangka membangun sains baru, Francis Bacon menulis Novuni Organum (Instrumen Baru), Tartaglia menulis Nova Scientia (Sains Baru), Giambattista Vico Nova Scienza (Sains Baru), Kepler Astronomia Nova (Astronomi Baru), dan Galileo Two New Sciences (Dua Sains Baru).

Dalam astronomi lama, sistem Ptolemaik itu lebih dominan daripada sistem Ar­istotelian, tetapi dalam kedua sistem itu bumi adalah sentral dan tetap, benda-benda langit bergerak dalam orbit-orbit sirkular, dan alam semesta itu terbatas.

Meskipun dominan, sistem Ptolemaik berada di ujung tanduk. Ia tidak lagi meng­gambarkan realitas seperti yang sebenarnya. Misalnya, sebagai sebuah sistem mate­matis, ia membahas bulan, matahari, dan planet-planet secara terpisah dan meng­gunakan dua konstruksi independen agar dapat menentukan property simultan bulan, yaitu ukuran dan posisi bulan.

Demikian juga, ia tidak lagi sesuai dengan fenomena, dan kalender yang bergan­tung pada sistem ini adalah menyesatkan. Equant, salah satu model geometris Ptole­my, memperkenalkan ketidakseragaman (non-uniformity).

Bagi Copernicus, figur terakhir dalam astronomi lama, sistem Ptolemaik nampak merupakan sistem yang jelek, inkonsisten, tidak jelas, dan rancu. Ia khususnya mene­mukan bahwa penggunaan equant itu memuakkan, karena memperkenalkan ketidak­seragaman dengan kedok keseragaman adalah bertentangan dengan semangat astronomi lama. Mengenai hal ini Copernicus lebih konservatif daripada Ptolemy.

Menurut Copernicus, sistem raksasa Ptolemy nampaknya tidak dapat merefleksikan keindahan pikiran Tuhan. ltulah mengapa ia menukar posisi bumi dan ma­tahari untuk membuat sistem Ptolemaik berjalan dengan lebih baik. Dengan demikian, ia hanya membuat beberapa revisi saja ketimbang merevolusi teknis astronomi.

Walaupun sistem baru Copernicus tidak lebih akurat daripada sistem Ptole­maik, namun ia lebih konsisten, sederha­na, dan secara estetika lebih indah. Ia pada dasarnya menjelaskan tatanan planet, ge­rak-gerak yang tidak mundur dan gerak­gerak tak teratur lain dan benda-benda langit dengan memakai gerak-gerak bumi dalam cara yang sistematis dan menyatu.

Memang, prestasi terbesarnya adalah mematematisasi sistem heliosentris, teta­pi ia masih memakai model-model Ptole­maik, seperti epicycles on deferents (poros lingkar kecil benda langit berorbit di garis lingkar besar bumi), eksentrika (kegan­jilan), dan epicycles over epicycle (pergerakan dalam garis lingkar kecil). Terlebih lagi, ia percaya pada keterbatasan alam semes­ta dan eksistensi bola-bola langit, seperti dapat kita tangkap dengan mudah dan judul buku utamanya, De revolutionibus orbitum coelestiurn (Mengenai Gerakan-Gerakan Bola-Bola Langit).

Apa yang Copernicus capai dalam astronomi teknis adalah konservatif, karena ia tidak memisahkan din dan yang kuno, tetapi kembali kepada otoritas para filosof Yunani seperti kaum Pythagorean, Hera­clides dan Pontus, dan Aristarchus dan Samos yang telah mengusung ide bumi bergerak. Walaupun ia tidak revolusioner dalam astronomi matematis, ia cukup re­volusioner dalam fisika, kosmologi, dan teologi—hal-hal yang tidak ia kuasai. Dengan kata lain, yang menjadi revolu­sioner bukanlah sistemnya tetapi kon­sekuensi dan sistemnya. Misalnya, bumi kehilangan signifikansi kosmisnya dan ben­da-benda fisik dalam alam semesta ini berkedudukan sama menurut sistemnya

Poin lain yang perlu dicatat adalah bahwa sistem Copernicus tidaklah sesuai dengan fisika Aristoteles, karena ia me­nempatkan matahari di tengah alam semes­ta (universe) dalam artian fisik dan dengan demikian merusak fisika Aristotelian. Ke­tika para astronom menyadari niat Coper­nicus sebenarnya dalam hubungannya de­ngan fisika, mereka mulai menentangnya. Misalnya, Tycho Brahe, astronom Den­mark, menolak sistem Copernican ber­dasarkan alasan-alasan fisika. Menurutnya, seandainya Copernicus benar, yaitu jika bumi bergerak mengelilingi matahari de­ngan kecepatan tinggi, kita sepatutnya harus mendeteksi perubahan-perubahan ukuran dan jarak bintang-bintang, yaitu penjajaran bintang (stellar parallax). Namun, pada saat itu tidak ada seorang pun yang dapat mendeteksi suatu penjajaran.

Untuk membalas serangan ini, Coper­nicus membela din dengan mengatakan bahwa karena jarak antara bumi dan bin­tang-bintang luar biasa jauh, maka keselu­ruhan orbit bumi akan nampak seperti ti­tik dalam jarak tersebut. Tetapi Tycho menemukan bahwa jarak yang luar biasa jauh itu tidak estetis dan sukar dipercaya. ltulah mengapa ia membangun sistem baru di mana bumi itu sentral dan tetap, bulan dan matahari berotasi mengelilingi bumi, dan planet-planet mengelilingi matahari pada orbitnya. Untuk pertama kalinya ia menolak eksistensi bola-bola langit, kare­na dalam sistemnya orbit-orbit Merkuri­us, Venus dan Mars bersinggungan dengan orbit matahari. Sebagai entitas solid, bola­-bola itu tidak dapat bergerak secara be­bas jika mereka bersinggungan satu sama lain.

Tycho Brahe mengumpulkan data akurat selama lebih dan dua puluh tahun dengan bantuan instrumen-instrumen be­sar dan banyak asisten untuk dapat me­mecahkan masalah-masalah astronomi teo­retis secara sekaligus. Kepler, dengan~ menggunakan data Tycho, menemukan tiga hukum deskriptif bagi benda-benda la­ngit. Hukum pertamanya—sebetulnya hu­kum kedua dalam proses penemuan— menyatakan bahwa planet-planet berge­rak dalam orbit elips mengelilingi mataha­ri yang ia (matahari) sendiri menempati salah satu dan pusat elips.

Kepler pertama-tama mencoba untuk mencocokkan data Tycho ke dalam sistem Copernican, tetapi apapun yang ia kerja­kan ia tidak menemukan kecocokan yang sempurna antara orbit sirkular Mars de­ngan data Tycho. Setelah bergelut de­ngan masalah ini, paling tidak selama enam tahun, ia menemukan bahwa orbit-orbit planet itu elips. Dengan penolakan atas orbit-orbit sirkular yang telah terta­nam dalam pikiran manusia selama dua pu­luh abad, Kepler merevolusi astronomi.

Dalam fisika, Galileo menggagas ge­rak lamban (inertial motion) secara orisinil dan revolusioner sehingga ia dapat mem­pertahankan sistem Copernicus dari sudut pandang fisika. Menurut Galileo, jika bumi bergerak dan jika kita menjatuhkan sebongkah batu dari atas menara, objek itu akan mendarat pada bagian bawah menara, tetapi tidak ke jurusan barat se­bagaimana diklaim oleh Tycho Brahe dan anti-Copernican lainnya, karena objek itu akan mengikuti gerak bumi atau ia akan mempunyai gerak lamban (gerak horizon­tal) dan mula hingga akhir. Dengan cara ini, Galileo telah melepaskan salah satu dan keberatan-keberatan kaum anti-Co­pernican.

Selanjutnya, Galileo menggunakan teleskop untuk tujuan-tujuan astronomi untuk pertama kalinya dan membuat ba­nyak observasi. Ia menemukan banyak bin-tang baru, titik-titik di matahari, fase-fase Venus, satelit Jupiter, cincin Saturnus, dan permukaan bulan yang kasar, dan secara sukses menggunakan semua observasi ini untuk membela sistem Copernican. Mi­salnya, bulan itu seperti bumi. Ia penuh dengan kawah, wilayah-wilayah gelap (sama seperti lautan di bumi), bukit-bu­kit dan gunung-gunung. Maka bulan itu adalah besar, sangat besar, dan berat, dan, sejauh kita ketahui, siapapun tidak kebe­ratan dengan ide gerak bulan. Lantas me­ngapa harus ada orang yang keberatan de­ngan ide gerak bumi, objek lain yang se­perti bulan?

Dalam babak akhir Revolusi llmiah, Isaac Newton menemukan heterogenitas cahaya dan hukum kekuatan gravitasi. Dalam mekanika ia menambahkan kate­gori ketiga, yaitu kekuatan (force) atas materi dan gerak, dan merumuskan hukum gravitasi universal secara matematis, dan dengan memakai hukum baru itu ia dapat menjelaskan seluruh gerak dalam alam semesta.

Setelah prestasi besar Newton, para pemikir periode Pencerahan mendewakan manusia dan mendasarkan segala sesuatu pada kekuatan rasional. Maka, disebabkan oleh dampak Revolusi Ilmiah, pandangan dunia mekanis dan sekular telah mencapai puncaknya dan mulai berdaulat penuh di Barat. Dalam kata-kata Profesor Al-Attas:

Dan abad ke-17 hingga ke-19 Pence­rahan Eropa dihubungkan dengan, dan memang merupakan kelanjutan dan, Re­naissance. Periode ini dicirikan dengan semangatnya untuk materialisasi dan seku­larisasi manusia ideal dalam masyarakat ideal. Para filosof naturalis menulis tentang hukum alam, agama alamiah, dan menekankan pada kemanusiaan, kebe­basan, kemerdekaan, keadilan. Ide-ide mereka menjadi kenyataan di Amenika dan dijadikan sebagai filsafat dasar bagi Inde­pendensi. Jika renaissance berarti ‘terlahir’, dan enlightenment menandakan ‘datangnya abad’ manusia Barat dan keadaan bayi yang mana rasionya harus bergantung atas ban­tuan yang lain, kini disebut sebagai telah matang dan penuh pengalaman untuk mengarahkan jalannya sendiri.
 

Profesionalisasi Sains

Selama abad kesembilan belas struk­tur institusional dan sosial Gains berubah drastis. Terutamanya, kernunculan sains se­bagai profesi pada abad tersebut telah menyebabkan revolusi ilmiah yang kedua yang sama pentingnya dengan yang perta­ma dalam memahami dunia han ini. Profesionalisasi sains akhirnya menghasilkan teknologi berbasis sains dan juga pertautan universitas, pemerintah, dan industri. Untuk memahami bagaimana perubahan­-perubahan penting ini terjadi, mari kita perbandingkan kesempatan-kesempatan pendidikan dan profesi yang mempengaru­hi sains di Inggris, Perancis, dan Jerman.

Dalam abad ketujuh belas dan kede­lapan belas, ilmuwan-ilmuwan di lnggris tidaklah profesional. Datang terutamanya dan kelas atas (upper class), mereka mem­punyai kekayaan dan waktu luang, dan bagi mereka sains adalah suatu hobi. Sebagai filosof alam, mereka menekuni seluruh wilayah sains tanpa mempertimbangkan kegunaan atau kepraktisannya, tetapi beru­rusan dengan sains demi sains itu sendiri.

Universitas-universitas, sebagai kerangka-tradisi, menawarkan pendidikan kiasik, yakni mengajarkan tujuh kuliah li­beral dan filsafat alam Aristotelian. Sete­lah menerima gelar masternya dan fakul­tas sastra, seorang mahasiswa dapat meng­hadiri salah satu dan fakuftas-fakultas lan­jutan yang meliputi fakultas-fakultas hu­kum, kedokteran, dan teologi. Karena pengajaran dan kerja penelitian aktual itu terpisah, para ilmuwan tingkat pertama lnggnis tidak berafiliasi dengan universi­tas. Terlebih lagi, pemerintah Inggris se­cara finansial tidak mendukung sains.

ImageRevolusi industri untuk pertama kali terjadi di lnggris pada tahun 1780-an dalam industri tekstil, batu bara, dan in­dustri besi yang semata-mata bergantung pada karya tangan, dan hasilnya adalah Inggris menjadi negara nomor satu dalam bidang industri-industri tensebut.

Revolusi industri pertama yang tidak bersifat ilmiah, tentu saja, tidak dapat dan tidak memprofesionalisasi sains, tetapi mempenganuhinya secana massif. Dengan benkembangnya industri tekstil, batu bara dan besi, masyanakat ilmiah banu pun ben­munculan di Leeds, Birmingham, Manchester, Bristol, dan Newcastle, dan anggota-anggota dan masyarakat ini a­dalah para pemilik pabnik, ilmuwan, in­siriyur dan lulusan fakultas sastra. Para il­muwan dalam masyarakat ini mencoba untuk memecahkan masalah-masalah in­dustri dengan aplikasi pengetahuan ilmi­ah. Dengan cara ini sains mendapatkan bentuknya yang utilitarian.

Sebagai produk dan Revolusi Indus­tn, asal-usul sosial (social origin) para ilmu­wan juga bergeser dan kelas atas (upper class) kepada kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Pada abad ketu­juh belas, hanya 47 persen dan para ii­muwan yang datang dan kelas menengah dan bawah, sementara pada akhir abad kedelapan belas, 82 persen para ilmuwan berasal dan kelas-kelas tersebut.

Pada abad kedela­pan belas, pendidikan klasik, yang merupakan hak prerogatif kelas atas pada abad ketujuh be­las, mendapatkan sera­ngan yang serius, dan ka­jian matematika menda­patkan tempat utama di universitas-universitas.

Sekalipun dengan pe­rubahan ini, para sarjana dan universitas-universi­tas lnggris masih dapat hidup senang atau men­jadi dokter, pengacara atau teolog, teta­pi tidak sebagai ilmuwan profesional.

Walaupun Inggris tidak kekurangan pakar-pakar sains seperti Herschel, Jo­seph Black, Davy Faraday, Dalton, Play­fair, Priestley, Cavendish, dan Brewster, negeri ini kekurangan sistem pendidikan untuk melatih ilmuwan profesional atau ilmuwan kelas-dua.

Di Perancis, dengan Revolusi Peran­cis, seluruh universitas dan sekolah yang berafiliasi dengan gereja atau pendidikan klasik ditutup, dan diganti dengan sistem pendidikan sentralistis baru yang disebut acole centrale. Pada sekolah-sekolah dan universitas yang baru dibangun itulah penekanan ditumpukan pada ilmu-ilmu alam seperti matematika, fisika dan kimia ketimbang bahasa Latin dan Yunani. Hara­pannya, matematika dan fisika dapat men­jadi penawar pada prasangka-prasangka dan cara pikir lama dan ide-ide demokratis dan rasional dapat dimasukkan ke dalam pemikiran mahasiswa.

Memang, Revolusi Perancis merupa­kan upaya untuk menerapkan ide-ide Pencerahan pada isu-isu sosial dan poli­tik, tetapi apa yang lebih menjadi per­hatian kita adalah bahwa para arsitek re­volusi itu telah memahami secara benar peran utama dan fundamental sains murni sebagai fondasi teknologi.

Pemenintahan Perancis mendukung dan mengarahkan profesionalisasi sains dengan menawarkan kerja kepada ilmu­wan kelas-pertama pada sekolah-sekolah dan universitas-universitas baru, dengan menyiapkan imbalan untuk mendorong penelitian-penelitian yang berharga, dan dengan mengintegrasikan pengajaran dan kerja penelitian aktual—dua hal di Ing­gris yang memang terpisah.

Pendidikan ilmiah dalam artian mo­dern itu tidak ada sebelum ãcole Polytech­nique didirikan pada tahun 1794 sebagai sekolah teknologi untuk memenuhi ke­butuhan praktis Republik tersebut. Sekolah unik ini berisi sains-sains teore­tis dan praktis dan untuk pertama kalmnya memperkenalkan laboratorium-laborato­rium penelitian untuk fisika dan kimia, se­hingga dapat membangun tradisi baru yang penting yang terus berlanjut hingga sekarang.

Di antara para professor ãcole Poly­technique, kita lihat para ilmuwan terke­nal Perancis seperti Monge, Fourier, Lagrange, Laplace, Prony, Poinsot dan Berhollet. Disebabkan keunikan dan keterkenalan dosen-dosen fakultasnya, banyak mahasiswa-mahasiswa luar negeri seperti Justus Liebig, Count Rumford, Alexander von Humboldt, dan Volta da­tang ke sekolah ini.

Sentralisasi pertama kali memang te­lab membuktikan dirinya berguna, namun ia kemudian menjadi halangan bagi pen­didikan ilmiah di Perancis. ltulah menga­pa Perancis kehilangan kepemimpinannya dalam pendidikan ilmiah, kalah oleh Jer­man setelah dekade pertama abad kesem­bilan belas, terutama setelah Napoleon melakukan militerisasi ãcole Polytechnique dan menyatukannya dengan universitas-­universitas lain.

Sebelum Revolusi Industri, orang-­orang Jerman telah memperbarui sekolah­sekolah mereka berkat para pengelolanya yang berwawasan jauh. Untungnya, dan disebabkan oleh struktur politiknya, pen­didikan juga didisentralisasi di Jerman, dan kompetisi sehat antara universitas-universitas dan berbagai negara bagian ielah memunculkan kualitas pendidikan.

Alih-alih menutup universitas-univer­sitas tua, orang-orang Jerman membuka universitas-universitas baru yang menitik­beratkan pada ilmu alam agar dapat menye­lamatkan universitas-universitas tua tersebut dan kepunahan. Mereka juga mendi­rikan sekolah-sekolah teknik baru atau Technisches Hochschulen, yang dipola­kan mengikuti cicole Polytechnique, yaitu untuk memenuhi kebutuhan industri dan komersial masyarakat.

Orang-orang Jerman memahami peran sentral sains dalam teknologi dan un­tuk menitikberatkan poin tersebut mere­ka mengajarkan ilmu-ilmu alam sekalipun di sekolah-sekolah teknik. Utamanya, ker­ja penelitian dalam kimia dilakukan di laboratoriurn-laboratorium sekolah­-sekolah praktis tersebut. Mengenai pe­nguasaan ilmu-ilmu alarn, kita juga meli­hat bahwa terdapat kompetisi yang tajam antar universitas dan sekolah -sekolah teknik. Untuk berkompetisi secara efek­tif dengan sekolah-sekolah teknik, univer­sitas-universitas juga mengajarkan aplikasi-aplikasi sains.

Maka tidaklah heran jika Jerman menikmati keunggulannya disebabkan penggunaan laboratoriurn-laboratoriurn penelitian secara efektif di universitas­universitas dan sekolah-sekolah teknik. Beberapa ilmuwan seperti Henry Rose, Gustav Magnus, dan Purkinje mendirikan laboratorium-laboratoriurn penelitian di ternpat tinggal mereka. Terutarna sekali, laboratoriurn penelitian kimia Justus Liebig pada Universitas Giessen mendapat­kan reputasi yang luas disebabkan oleh pentingnya industri kirnia. Liebig dapat mengilhami dan mendorong antusiasme­nya kepada para rnahasiswa, dan sebagai hasilnya tesis-tesis doktoral pun mulai membanjiri laboratoriumnya. Pada gi­lirannya, rnahasiswa yang dilatih oleh Liebig rnenyebarkan pengajaran laboratori­urn tersebut ke banyak ternpat.

Para ilrnuwan~profesional Jerman juga telah mendirikan masyarakat baru dan mulai berkurnpul di banyak kota setiap tahun dengan dukungan antusias dan raja. Masyarakat ini, yang disebut “Gesellschaft Deutscher Naturforscher und Artze” di­uruskan semata-rnata oleh para ilmuwan profesional yang telah rnenerbitkan be­berapa artikel selain disertasi doktoral mereka, dan para ketua masyarakat ini diganti setiap tahun untuk membuat masyarakat tersebut tetap dinarnis. Dengan kerja serius mereka para ilmuwan te­lah rnendapatkan perhatian publik dan pernerintah dan rnendapatkan dukungan finansial yang cukup dan berbagai pihak. Walaupun mereka rnendapatkan dukungan finansialnya terutarna dan pemerintah, rnereka tetap rnenikrnati atrnosfir kebe­basan yang luar biasa.

Dengan kondisi-kondisi yang me­nguntungkan inilah Jerman mampu men­cetak banyak ahli kimia profesional, de­ngan kata lain, bukan para jenius, tetapi para ilrnuwan kelas dua dan tiga yang da­pat bekerja dalarn laboratoriurn-labora­toriurn industri. Sejak Inggris kekurangan ilmuwan profesional, Jerrnan dengan rnudah mengambil alih kepemimpinan industri pewarnaan (celup) dan untuk per­tarna kalinya rnernulai teknologi berbasis­ sains, yaitu pada perrnulaan sains-terapan, antara tahun 1858 dan 1862. Para ahli kimia Jerrnan rnengganti celup binatang dan tumbuhan dengan substansi-substan­si yang diproduksi secara ilrniah. Secara lebih khusus, mereka mendapatkan ba­han-bahan celup sintetis yang lebih baik dan tar batu bara yang diirnport yang ke­mudian diproses secara kirniawi. Sete­lah 1870 Jerman juga menjadi pemimpin dalarn industri-industri listrik, baja, minyak, kimia, dan mesin pembakaran in­ternal.

Dengan mengikuti model Jerman, Amerika Serikat pada akhir abad kesem­bilan belas juga memprofesionalisasi sains. Sebagai indikasi dan perkembangan ini, maka path tahun 1890 didirikanlah Ameri­can Associaton for the Advancement of Science, sebagai masyarakat ilmuwan profesional pertarna. Menjelang tahun 1900 Arnerika Serikat berencana menjadi kekuatan industri dan ekonomi yang penting dan, ter­utama setelah Perang Dunia Kedua, mengambil alih kepemimpinan hampir di setiap bidang.
 

KesimpuIan

Disebabkan oleh teknologi berbasis ­sains, hubungan antara universitas, peme­rintah dan industri telah berkembang tanpa dapat dibendung. Kini para ilmuwan mempengaruhi kebijakan-kebijakan pe­merintahan ataupun industri-industri, dan juga mendapatkan posisi-posisi tinggi pada hampir setiap cabang pemerintah­an. Misalnya, di Amerika Serikat mereka memberi nasihat kepada Presiden dan Kongres tentang isu-isu penting (keba­nyakannya bersifat ilmiah).

Sebagaimana telah kita lihat, sains betul-betul telah menjadi faktor pembe­da utama dalam memisahkan periode modern dengan periode pertengahan dan periode kiasik, terutama setelah ia betul­-betul mempengaruhi teknologi. Namun, kini kita juga menyadari bahwa sains itu hanya merupakan instrumen yang dicip­takan oleh para filosof dan ilmuwan. De­ngan demikian, sains ataupun teknologi berbasis-sains sebagai instrumen buatan manusia yang mempunyai keterbatasannya sendiri tidak dapat kita harapkan sebagai obat mujarab bagi segala penyakit di du­nia yang kini kita hadapi

[Diambil dari majalah Islamia dengan sedikit penyesuaian bahasa].