Bangsa dan Nasab dalam Kacamata Islam
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Prinsip: Musaawaah (persamaan) merupakan salah satu prinsip dalam ajaran Islam. Kemuliaan seseorang di sisi Allah ditentukan oleh ketaqwaannya, bukan oleh suku bangsanya, jenis kelaminnya, atau nasabnya. Salah satu dalilnya adalah ayat Al-Qur'an "Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian adalah yang paling bertaqwa". Adapun dalil-dalil dari Sunnah Nabi juga sangat banyak. Diantaranya, yang paling masyhur, adalah khutbah/wasiat Rasulullah yang beliau sampaikan pada Haji Wada'. Dalam khutbah tersebut, Rasulullah menegaskan tidak adanya kelebihan orang Arab atas orang non-Arab ataupun orang berkulit terang atas orang berkulit gelap. Khutbah tersebut menegaskan persamaan antar manusia dan menafikan rasisme dalam Islam. Demikian pula, Rasulullah sangat marah ketika ada seorang sahabat di masa Islam yang memanggil sahabat lainnya dengan panggilan jahiliyah, yang mengandung unsur rasisme. Rasulullah betul-betul ingin memberantas rasisme yang masih sangat kuat dianut di masa pra-Islam. Demikian pula, Islam menganjurkan pembebasan manusia dari perbudakan, yang masih banyak dipraktekkan pada masa pra-Islam. Dalam Islam, seorang Bilal bin Rabah yang sebelumnya adalah seorang budak berkulit hitam menjadi orang yang mendapatkan kemuliaan di tengah-tengah masyarakat. Rasulullah juga sangat marah ketika para sahabat di Madinah mau bertikai kembali sesudah dipersaudarakan atas dasar iman, hanya gara-gara alasan primordial seperti kesukuan dan semacamnya.
Dalam prakteknya, hingga masa kini, masih ada saja praktek-praktek rasis yang dianut dan dipraktekkan oleh manusia modern. Ini tidak lain karena manusia mempunyai kecenderungan buruk untuk mengunggulkan dirinya atau golongannya, dan berharap mendapatkan keuntungan dan privilege dari hal tersebut. Dan setan akan terus berusaha agar manusia mengikuti kecenderungan buruk tersebut. Dan memang Iblis sendiri adalah makhluk pertama yang merasa unggul atas makhluk yang lainnya, yakni Adam 'alaihissalam, dengan mengatakan "Aku lebih baik darinya; Aku diciptakan dari api, sedangkan Adam diciptakan dari tanah." Iblis merasa unggul atas dasar prasangkanya (wahm) yang pada dasarnya tidak benar. Diantara praktek-praktek rasis yang kita bisa temui saat ini antara lain:
Jenis-jenis Bahasa Arab dalam Pemakaian Sehari-hari
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Bahasa Arab dalam pemakaiannya sehari-hari saat ini di Timur Tengah bisa kita bedakan menjadi empat jenis. Pertama, bahasa Arab fush-ha alias bahasa Arab formal. Yang dimaksudkan disini adalah tingkat keformalan seratus persen. Ini adalah bahasa Arab yang seratus persen mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab, baik dalam penulisan maupun pengucapannya. Jenis bahasa Arab ini biasanya dipakai dalam berbagai hal yang sifatnya sangat formal, antara lain:
- Khutbah Jum'at
- Siaran berita di radio dan televisi
- Artikel di media-media tulis formal, seperti surat kabar dan majalah, baik edisi cetak maupun online, dan buku.
Karena sifatnya sangat formal, semua kaidah bahasa Arab mesti diikuti. Bukan hanya dalam pemakaian kata-kata dan struktur kalimat, namun juga dalam cara pelafalannya. Sebisa mungkin harakat di akhir kata diucapkan sesuai dengan kaidah bahasa Arab (nahwu).
Kedua, bahasa Arab formal namun keformalannya tidak seratus persen. Kekurangformalan jenis bahasa Arab ini ditunjukkan antara lain dengan pen-sukun-an yang sering pada akhir kata dalam pemakaian lisan, meski bukan di akhir kalimat. Ini dilakukan untuk mengurangi potensi salah harakat dan juga untuk menghilangkan kesan terlalu formal. Dalam jenis bahasa Arab ini, kata-kata yang dipakai tetap formal, hanya saja cara pelafalannya yang tidak sepenuhnya mengikuti bahasa Arab.
Ketiga, bahasa Arab dialek keseharian. Jenis ini bersifat dialek (lahjah) dan keseharian (colloquial, 'aamiyah). Jenis bahasa Arab ini adalah bahasa Arab yang dipakai orang-orang Arab dalam keseharian mereka. Karena sifatnya dialek, jenis bahasa ini bisa berbeda-beda antara satu negara dan negara Arab yang lainnya, contohnya: dialek Saudi, dialek Emirat, dialek Mesir, dialek Yordania dan Palestina, dialek Siria, dan sebagainya.
Keempat, bahasa Arab orang-orang awam India, Pakistan, dan Bangladesh. Ini adalah tingkatan bahasa Arab yang paling rendah, karena paling tidak mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab. Mungkin bisa dibilang sebagai "stupid Arabic". Ini adalah bahasa Arab yang banyak dipakai oleh orang-orang India, Pakistan, dan Bangladesh yang awam bahasa Arab.
Perbedaan Pendapat Mengenai Zakat Profesi
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Zakat profesi termasuk hasil ijtihad ulama kontemporer. Diantara para pengusung zakat ini adalah Dr. Yusuf Al-Qaradhawi. Diantara konsideran munculnya ijtihad ini jika kita cermati adalah untuk memunculkan keadilan dalam hal kewajiban seorang muslim atas harta kekayaannya. Sebetulnya ijtihad lainnya seputar zakat yang memiliki konsideran serupa adalah zakat atas tanaman-tanaman ghair manshush (yang tidak disebutkan dalam nash). Dengan kata lain, ijtihad jenis-jenis zakat baru ini tidak lain dilandasi oleh maqasid syari'ah. Jangan sampai orang-orang kaya namun bentuk kekayaan mereka tidak disebutkan dalam nash tidak membayar zakat padahal orang-orang dengan penghasilan yang jauh lebih rendah, misalnya para petani tanaman pokok, malah harus membayar zakat.
Jika para petani komoditas makanan pokok yang, terutama pada hari-hari ini, hasil panennya tidak seberapa (dikarenakan tingginya harga pupuk, pestisida, dan tenaga kerja serta rendahnya harga jual hasil panen) saja harus mengeluarkan zakatnya ketika mereka memanen tanaman pokok mereka, bagaimana dengan para petani cengkeh, teh, kopi, sawit, dan sebagainya, yang tidak disebutkan dalam nash namun nilai hasil panen mereka sangat besar? Bahkan besarnya jauh melebihi nilai yang diperoleh oleh para petani tanaman pokok. Tentu tidak adil jika mereka tidak wajib mengeluarkan zakat ketika panen. Sebagian kalangan menyanggah ijtihad tanaman-tanaman ghair manshush ini, dengan berdalih bahwa hasil panen mereka toh akan berubah menjadi uang tabungan (simpanan) yang akhirnya wajib dizakati setiap tahun. Namun sebetulnya sanggahan ini juga tidak kuat, karena para petani tanaman pokok di zaman modern ini juga biasa mengubah hasil panennya menjadi uang tabungan (simpanan).
Perbedaan Pendapat Mengenai Zakat Fitrah
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Pertama-tama, dalam bahasa Arab, zakat fitrah sebetulnya lebih sering disebut zakat al-fithr atau shadaqah al-fithr, yang bermakna zakat yang dikeluarkan ketika berbuka mengakhiri Ramadhan. Zakat ini disebut juga zakat al-nafs atau zakat al-badan karena diwajibkan kepada setiap muslim, baik itu laki-laki, perempuan, tua, muda, dan bahkan bayi yang baru dilahirkan sekalipun, sepanjang yang bersangkutan masih memiliki kelebihan harta untuk kebutuhannya sehari-hari sampai dengan Hari Raya Idul Fitri.
Siapa yang diwajibkan membayar zakat fitrah?
- Muslim, laki-laki maupun perempuan.
- Memiliki kelebihan harta untuk kebutuhan sehari-hari untuk dirinya dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya sampai dengan Hari Raya Idul Fitri.
- Menjumpai dua waktu, yaitu Ramadhan dan Syawal. Artinya, seorang muslim yang meninggal dunia sebelum maghrib hari terakhir Ramadhan tidak wajib mengeluarkan zakat fitrah. Sedangkan, seorang bayi yang terlahir sebelum maghrib hari terakhir Ramadhan dan masih hidup hingga menjumpai maghrib hari terakhir Ramadhan wajib dibayarkan zakat fitrahnya.
Perbedaan Mengenai Waktu Sholat Shubuh
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Perbedaan dalam penentuan waktu sholat secara umum ada dua macam. Pertama, perbedaan antar madzhab. Diantara perbedaan-perbedaan ini bisa dibaca di artikel ini. Sebagaimana bisa dibaca pada artikel tersebut, diantara perbedaan yang mencolok adalah perbedaan antara madzhab Hanafiyah dan yang lainnya mengenai mulainya waktu asar. Kedua, perbedaan antar lembaga modern penentuan waktu sholat. Lembaga-lembaga ini adalah beberapa otoritas yang menentukan standar yang bersifat astronomis dan kuantitatif dalam penentuan waktu sholat. Di zaman Nabi dan generasi salaf belum ada jam dengan akurasi menit seperti saat ini. Di zaman modern, dengan adanya teknologi jam yang memiliki akurasi menit dan bahkan detik, waktu sholat pun ditetapkan dengan akurasi menit. Untuk mengakomodasi tingkat akurasi yang sedemikian, penentuan waktu sholat pun dikuantifikasi dalam jam dan menit dengan memanfaatkan ilmu astronomi. Untuk waktu-waktu sholat tertentu, seperti sholat shubuh dan sholat isya', terdapat perbedaan kriteria diantara lembaga-lembaga yang menetapkan standarisasi waktu sholat.
Tabel dibawah ini menunjukkan perbedaan kriteria waktu sholat shubuh dan isya' diantara beberapa lembaga tersebut:
Halaman 1 dari 69