Siapakah Diri Kita? (Ma'rifatul Insan)
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Kita, manusia, adalah makhluq Allah yang unik dan istimewa. Kita tercipta dari dua unsur yang sungguh berbeda satu sama lain: tanah yang berasal dari bumi dan ruh yang berasal dari langit. Terciptanya kita dari tanah menjadikan kita sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang bersifat ‘bumi’ seperti makan, minum, dan kebutuhan biologis. Sedangkan unsur ruh yang ada dalam diri kita menjadikan kita sebagai makhluq yang membutuhkan hal-hal yang bersifat ‘langit’ seperti iman, ilmu, dan semacamnya.
Allah telah mengilhamkan dalam diri kita dua potensi: potensi baik (at-taqwa) dan potensi buruk (al-fujur). Kemudian Allah memberikan kepada kita kebebasan untuk memilih: beriman atau kufur, menjadi baik atau menjadi buruk. Setelah memilih, kita tentu saja harus menanggung segala konsekuensinya. Dan konsekuensi tersebut tidak lain adalah balasan baik berupa surga dan balasan buruk berupa neraka. Apapun yang akan kita dapatkan, baik surga ataupun neraka, merupakan hasil dari pilihan kita sendiri. Karena itu jika ada seorang manusia yang nantinya masuk kedalam neraka, itu tidak lain adalah karena kezhalimannya kepada dirinya sendiri. Allah sedikit pun tidak berbuat zhalim kepada hamba-hamba-Nya.
Hakikat dan Keutamaan Dakwah
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Dakwah adalah satu kata yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Dari sudut bahasa, dakwah artinya mengajak atau menyeru. Adapun istilah dakwah yang biasa kita gunakan memiliki pengertian yang lebih khusus: mengajak dan menyeru manusia ke jalan Allah (da’watun naas ilallah). Ini artinya sangat luas, yakni mengajak dari kekafiran kepada keimanan, dari syirik kepada tauhid, dari kesesatan kepada petunjuk, dari kebodohan kepada ilmu, dari kehidupan jahiliyah kepada kehidupan islami, dari kemaksiatan kepada ketaatan, dari bid’ah kepada sunnah, dari keburukan kepada kebaikan.
Adapun yang kita ajak adalah manusia seluruhnya, orang lain yang ada di sekitar kita. Orang kafir kita dakwahi agar mendapatkan hidayah keimanan dari Allah. Bahkan sesama muslim pun perlu didakwahi karena ternyata masih sangat banyak umat muslim yang suka melanggar ajaran agama.
Dari pengertian dakwah yang seperti ini, sebetulnya dakwah itu sangat luas. Dakwah tidak hanya terbatas pada ceramah agama dan tabligh akbar. Segala usaha dan upaya yang kita lakukan untuk mencapai tujuan-tujuan dakwah sebagaimana tersebut diatas adalah dakwah. Karena itu, dakwah sebetulnya bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari yang paling sederhana seperti memberi nasihat kepada teman kita, memberikan sedikit ilmu yang kita ketahui kepada orang lain, atau memberikan keteladanan yang baik.
Ada Apa dengan Sholat?
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Sholat adalah satu-satunya ibadah yang harus selalu dilakukan dalam keadaan yang bagaimanapun juga. Meskipun kita sedang bepergian jauh, sedang sakit, sedang berada dalam suasana yang menakutkan dan mencekam, atau sedang dalam peperangan, kita tetap harus melakukan sholat. Hanya wanita yang sedang haidh dan nifas saja yang tidak wajib melakukan sholat.
Coba kita bandingkan dengan ibadah-ibadah yang lainnya, misalnya puasa Ramadhan. Mereka yang sedang sakit boleh meninggalkannya, lalu menggantinya secara leluasa ketika sudah sembuh. Bahkan jika sakitnya berlangsung terus-menerus, ia boleh tidak berpuasa tanpa harus mengganti puasanya pada kesempatan lain, dan ia cukup membayar fidyah sebagai penggantinya. Demikian pula, seorang jompo yang sudah tidak kuat berpuasa boleh meninggalkan puasa dengan membayar fidyah.
Ada apa sebenarnya dengan sholat? Mengapa ia sedemikian penting?
Allah SWT menegaskan bahwa tidaklah manusia dan jin diciptakan kecuali untuk beribadah kepada-Nya (QS Adz-Dzariyat: 56). Ini artinya, setiap waktu kita harus selalu beribadah kepada Allah SWT. Salah satu bentuk ibadah yang dimaksud adalah sholat, disamping ibadah-ibadah lainnya dalam pengertian yang luas – yaitu apapun yang mendatangkan ridha Allah SWT.
Hakikat Manusia (Ma'rifatul Insan)
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Kita, manusia, adalah makhluk yang unik. Pernahkah kita merenungi mengapa kita unik? Apa sajakah keunikan manusia yang membuatnya berbeda dari makhluk Allah yang lainnya?
Keunikan pertama, manusia adalah makhluk Allah yang dimuliakan (mukarram). Allah SWT berfirman: “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS Al-Isra’: 70)
Salah satu hal yang mengindikasikan dimuliakannya manusia adalah peniupan ruh pada diri manusia. Allah SWT berfirman, “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya ruh-Nya dan dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS As-Sajdah: 9)
Dalam sebuah hadits shahih riwayat Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw menjelaskan bagaimana ruh ditiupkan pada setiap janin manusia. “Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan ciptaannya dalam rahim ibunya, selama empat puluh hari berupa nuthfah, lalu menjadi segumpal darah selama itu pula, lalu menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya dan mencatat empat hal yang telah ditentukan, yaitu: rezeki, ajal, amal, dan bahagia atau sengsaranya.”
Makna dan Hakikat Hijrah
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Hijrah sendiri dari sudut bahasa bermakna ‘berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya’. Selama masa kenabian Rasulullah saw, telah terjadi tiga kali hijrah atas perintah Allah Ta’ala. Hijrah yang pertama adalah hijrahnya sebagian sahabat Nabi saw dari Mekkah ke Habasyah (Abbesinia, Ethiopia) dalam rangka untuk mencari tempat yang lebih aman, karena di Mekkah kaum musyrikin terus melakukan tekanan, intimidasi, dan tribulasi kepada para pengikut Nabi saw.
Adapun hijrah yang kedua adalah hijrahnya Nabi saw dari Mekkah ke Thaif. Ini dilakukan oleh Nabi saw karena kaum musyrikin semakin meningkatkan intimidasinya terhadap diri beliau, setelah Abu Thalib – paman dan sekaligus penjamin beliau – telah tiada. Namun setelah sampai di Thaif, ternyata Nabi saw justru diusir oleh para penduduknya.
Hijrah yang ketigalah yang akhirnya memberikan harapan besar kepada masa depan dakwah Islam. Rasulullah saw bersama para sahabatnya berhijrah dari Mekkah ke Yatsrib – yang belakangan kemudian diubah namanya oleh Nabi saw menjadi Madinah. Hijrah ini dilakukan pada tahun ke-13 kenabian (622 M), setelah adanya kepastian dukungan dari sekelompok penduduk Yatsrib – yang biasa disebut Anshar – bahwa mereka rela untuk mengorbankan segala yang mereka miliki, dalam keadaan suka maupun duka, untuk membela Rasulullah saw dan agama yang dibawanya. Peristiwa hijrah ke Madinah ini sedemikian penting, sampai-sampai Allah dan Rasul-Nya berlepas tangan dari orang-orang yang tidak mau turut berhijrah, kecuali mereka yang keadaannya benar-benar tidak memungkinkan.
Halaman 44 dari 69