Siapa saja yang wajib mengqadha’ sholat ?
Para ulama telah sepakat bahwa qadha’ wajib bagi orang yang lupa dan orang yang ketiduran.
Bagaimana dengan orang yang secara sengaja meninggalkan sholat sehingga lewat waktunya?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (jumhur) :
dia berdosa dan wajib mengqadha’ sholatnya.
Pendapat II (Ibnu Hazm) :
dia berdosa tetapi tidak usah mengqadha’ sholatnya.
Sebab perbedaan pendapat :
- Perbedaan mengenai boleh tidaknya melakukan qiyas dalam urusan ubudiyah.
- Jika memang qiyas diperbolehkan, terdapat pula perbedaan pendapat mengenai sah tidaknya mengqiyaskan orang yang sengaja terhadap orang yang lupa.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Sayyid Sabiq mengemukakan perbedaan pendapat sebagaimana diatas. Akan tetapi Sayyid Sabiq sendiri memilih pendapat bahwa dia tidak usah mengqadha’ sholatnya, tetapi hendaknya bertaubat, banyak beristighfar, banyak melakukan sholat sunnah dan amal-amal shalih karena sesungguhnya kebaikan bisa menghapus keburukan.
Bagaimana dengan orang yang pingsan ?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I :
tidak usah mengqadha’ sholatnya.
Pendapat II :
wajib mengqadha’ sholatnya.
Pendapat III :
wajib mengqadha jika pingsannya tidak lebih dari jangka waktu tertentu. Diantaranya ada yang mengatakan jika tidak lebih dari lima hari maka wajib mengqadha’ sholatnya.
Sebab perbedaan pendapat :
Perbedaan pendapat mengenai apakah orang yang pingsan itu diqiyaskan kepada orang yang tidur ataukah diqiyaskan kepada orang yang gila.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Orang yang pingsan tidak usah mengqadha’ sholatnya kecuali sholat pada saat mana ia tersadar dan mendapati waktunya.
Shifat qadha’ sholat (qadha keseluruhan sholat)
Para ulama sepakat bahwa sholat qadha’ dilakukan sama persis sebagaimana jika ia dilakukan secara aada’ jika kondisinya sama.
Bagaimana jika kondisinya tidak sama, misalnya dia terlupa dalam kondisi hadir sementara baru ingat dalam kondisi safar, atau sebaliknya.
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Malikiyah) :
Sholat qadha’ dilakukan sama dengan jika dilakukan pada kondisi saat dia terlupa.
Pendapat II :
Sholat qadha’ dilakukan sebagaimana kondisinya saat ini.
Pendapat III (Syafi’i) :
Qadha’ dari sholat empat rakaat senantiasa dilakukan empat rakaat, baik itu teringat dalam kondisi hadir ataupun safar.
Sebab perbedaan pendapat :
Perbedaan dalam mengqiyaskan :
Pendapat I : diqiyaskan pada qadha hutang.
Pendapat II : diqiyaskan pada qadha orang sehat yang teringat pada sholatnya yang terlupakan saat sakit.
Pendapat III : tidak didasarkan pada qiyas yang konsisten tetapi lebih didasarkan pada ihtiyath.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Tidak dinyatakan.
Syarat tartib (urut) dalam mengqadha’ sholat
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Malik) :
wajib urut jika itu sholat wajib lima waktu, meskipun dengan demikian harus ketinggalan sholat yang seharusnya saat itu. Bahkan jika dia melakukan sholat yang seharusnya saat itu sementara sholat yang terlupa belum dilaksanakan, padahal dia ingat, maka sholatnya yang seharusnya itu menjadi batal.
Pendapat II (Abu Hanifah, Ats-Tasuri) :
wajib urut jika itu sholat wajib lima waktu dengan syarat ada keluangan waktu untuk mendahulukan yang terlupa tanpa ketinggalan sholat yang seharusnya saat itu.
Pendapat III (Syafi’i) :
tidak wajib urut, akan tetapi jika dilakukan secara urut karena ada keluangan waktu maka itu baik.
Sebab perbedaan pendapat :
- Pertentangan antar hadits.
- Perbedaan pendapat mengenai apakah sholat qadha’ itu serupa dengan sholat aada’.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Tidak dinyatakan.
Qadha sebagian sholat
Sebab-sebab qadha’ sebagian sholat :
- Lupa jumlah rakaat (jumlah rakaat yang telah dikerjakan masih kurang dari yang seharusnya), sehingga wajib mengqadha sisa rakaat.
- Makmum masbuq, sehingga makmum tersebut wajib mengqadha’ rakaat yang belum ditunaikan.
Hal-hal yang berkaitan dengan qadha sholat bagi makmum masbuq
Bagaimana jika makmum mendapati imam dalam keadaan ruku’?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (jumhur) : dia telah mendapatkan satu rakaat.
Pendapat II (Abu Hurairah) : dia telah ketinggalan satu rakaat.
Sebab perbedaan pendapat :
Perbedaan pendapat mengenai maksud kata “rak’atan” dalam hadits Nabi : “Man adraka minash sholat rak’atan faqad adrakash sholat”.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Ia telah mendapatkan satu raka’at.
Untuk kasus diatas, bagi jumhur dia telah mendapatkan satu raka’at. Masalahnya kemudian, adalah ketika dia mendapati imam ruku’, apakah dia wajib bertakbir satu kali ataukah dua kali ?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I : wajib bertakbir dua kali, yakni takbiratul ihram dan takbir menuju ruku’.
Pendapat II : wajib bertakbir sekali saja, yakni takbiratul ihram.
Sebab perbedaan pendapat :
Perbedaan pendapat mengenai takbir apa yang wajib dalam sholat :
Alasan pendapat I : semua takbir dalam sholat adalah wajib.
Alasan pendapat II : takbir yang wajib hanyalah takbiratul ihram.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Tidak dinyatakan.
Bagaimana jika seseorang mendapati imam telah sujud, atau mendapati imam ruku’ akan tetapi dia tidak sempat mengikutinya sehingga imam pun sujud ?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I : dia telah ketinggalan rakaat tersebut sehingga harus menggantinya.
Pendapat II : dia dihitung satu rakaat jika dia mampu melakukan ruku’ dst sebelum imam berdiri pada rakaat kedua.
Pendapat III : dia mengikuti imam sebagaimana apa adanya, dan dihitung satu rakaat selama imam belum bangkit menuju rakaat kedua.
Sebab perbedaan pendapat :
Apakah gerakan makmum harus senantiasa mengiringi gerakan imam, ataukah tidak ? Kalaupun ya, apakah harus dalam semua gerakan dalam setiap rakaat, ataukah sudah cukup sebagiannya saja ?
Pendapat Sayyid Sabiq :
Tidak dinyatakan.
Sholat makmum masbuq yang dilakukan setelah imam mengucapkan salam termasuk aada’ ataukah qadha’ ?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I : termasuk qadha’. Sehingga jika dalam sholat maghrib ketinggalan rakaat pertama, maka setelah salam dia langsung berdiri dua rakaat tanpa diselingi dengan duduk tasyahhud awwal. Sementara itu, dia membaca Al-Fatihah dan surat Al-Qur’an baik pada rakaat I ataupun II.
Pendapat II : termasuk aada’. Sehingga jika dalam sholat maghrib ketinggalan rakaat pertama, maka setelah salam dia langsung berdiri untuk rakaat I, lalu duduk tasyahhud awwal, lalu berdiri untuk rakaat II. Sementara itu, dia membaca Al-Fatihah dan surat Al-Qur’an pada rakaat I . Sedangkan pada rakaat II dia hanya membaca Al-Fatihah.
Pendapat III : dalam hal bacaannya termasuk qadha’, namun dalam hal gerakannya termasuk aada’. Sehingga jika dalam sholat maghrib ketinggalan rakaat pertama, maka setelah salam dia langsung berdiri untuk rakaat I, lalu duduk tasyahhud awwal, lalu berdiri untuk rakaat II. Sementara itu, dia membaca Al-Fatihah dan surat Al-Qur’an baik pada rakaat I ataupun II.
Sebab perbedaan pendapat :
Terdapat dua hadits dengan redaksi yang berbeda :
Hadits I : “Fa maa adraktum fashalluu wa maa faatakum fa atimmuu”. Implikasi : pendapat II.
Hadits II : “Fa maa adraktum fashalluu wa maa faatakum faqdhuu”. Implikasi : pendapat I.
Adapun pendapat III, maka menurut Ibnu Rusyd adalah pendapat yang dhaif.
Pendapat Ibnu Rusyd :
Yang lebih kuat ialah bahwa sholat makmum sesudah imam salam termasuk aada’ karena pembuka sholat adalah takbiratul ihram (yang mana takbiratul ihram itu telah dilakukan pada saat bersama imam).
Pendapat Sayyid Sabiq :
Tidak dinyatakan.