Al-nashihah memiliki dua makna. Pertama, makna umum, yaitu ketulusan dan keikhlasan. Ini karena dalam bahasa Arab, al-nush-h artinya memurnikan. Misalnya, "nashahtu al-'asla" artinya "memurnikan madu". Makna ini serupa dengan yang ada pada kata "taubat nashuh" yang artinya "taubat yang tulus". Selaras dengan makna ini, Al-Khaththabi mengatakan bahwa al-nashihah adalah menginginkan kebaikan bagi pihak yang lain. Semakna dengan itu, Abu 'Amr ibn Shalah berkata, "Al-nashihah artinya menginginkan kebaikan dan berbuat untuk kebaikan pihak lain." Dengan makna umum inilah hadits ini mesti dimaknai.
Berdasarkan hadits ini, ketulusan mesti kita berikan kepada: 1) Allah, 2) Kitab-Nya, 3) Rasul-Nya, 4) pemimpin, dan 5) orang kebanyakan. Tulus kepada Allah artinya beriman kepada-Nya, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, mencintai-Nya dengan kecintaan tertinggi, menaati perintah-perintah-Nya, meninggalkan larangan-larangan-Nya, mencintai sesuatu karena-Nya, dan membenci sesuatu juga karenan-Nya. Ibnul Mubarak ditanya, "Amalan apa yang paling utama?" Beliau menjawab, "Al-nush-hu lillah, Tulus kepada Allah." Tulus kepada kitab Allah artinya mengimaninya sebagai wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada rasul-Nya, mencintai dan memuliakannya, membacanya dengan baik, memahami dan mentadabburinya, mengamalkan isinya, dan mendakwahkannya. Adapun tulus kepada rasul-Nya artinya mengimaninya sebagai utusan Allah, mencintainya, menaati perintahnya, dan meninggalkan larangannya.
Tulus kepada pemimpin artinya mengharapkannya berlaku adil dan bijak, mematuhinya kecuali dalam perkara maksiat, tidak memberontak (mengangkat senjata) selama dia masih muslim dan memberikan kebebasan untuk menjalankan syariat Allah, mendoakannya, dan menasihatinya. Adapun tulus kepada orang kebanyakan adalah mencintai apa-apa yang baik untuknya sebagaimana kita mencintai hal tersebut untuk diri kita, membenci apa-apa yang buruk baginya sebagaimana kita juga membenci hal tersebut untuk diri kita, tidak dengki kepadanya, senang ketika mereka senang, sedih ketika mereka sedih, menjauhkan hal-hal yang buruk darinya, dan memberikan arahan dan nasihat untuk kemasalahatan urusan akhirat dan juga urusan dunianya. Ma'mar berkata,"Dikatakan: Orang yang paling tulus (anshahun-naas) kepadamu adalah yang takut kepada Allah mengenai dirimu."
Adapun makna kedua dari al-nashihah adalah makna khusus atau makna yang lebih sempit, yaitu nasihat seperti yang kita pahami dalam bahasa Indonesia. Artinya, amar makruf nahi munkar dan memberikan petuah dan saran yang bermanfaat. Jika dikaitkan dengan makna umumnya, makna khusus ini memang sebagian dari makna umumnya. Artinya, kita menasihati orang lain karena kita tulus kepadanya sehingga menginginkan kebaikan baginya dan berusaha menghindarkan keburukan darinya. Kalimat "Al-diinu al-nashihat" bisa juga dimaknai dengan makna khusus ini. Artinya, agama ini adalah nasihat-menasihati. Ini sesuai dengan kandungan QS Al-'Ashr yang menganjurkan kita untuk saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, dan juga sesuai dengan ajaran agama itu sendiri. Nasihat dalam pengertian ini merupakan salah satu kewajiban yang mesti ditunaikan oleh seorang muslim terhadap saudaranya sesama muslim yang meminta nasihat kepadanya. Rasulullah saw bersabda, "Jika seseorang dimintai nasihat oleh saudaranya (sesama muslim), hendaknya ia memberi nasihat kepadanya." Diantara adab memberikan nasihat kepada sesama muslim adalah dengan memberikannya secara sembunyi-sembunyi, tidak di hadapan banyak orang. Yang demikian akan membuatnya lebih mudah menerima nasihat, dan tidak akan mempermalukan dia ataupun membuka aibnya di hadapan banyak orang (yang merupakan perkara terlarang). Memberikan nasihat juga harus dilakukan dengan cara yang baik (qawlan sadiidan) yang mencakup cara berkata-kata yang baik, waktu dan tempat yang tepat, dan semacamnya.