Keutamaan surat
Surat ini memiliki beberapa keutamaan, diantaranya sebagai berikut. Keutamaan pertama, kedudukannya menyamai sepertiga Al-Qur'an. Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya sembilan hadits yang menyatakan bahwa kedudukan surat ini sama dengan sepertiga Al-Qur'an. Al-Nasafi menjelaskan alasannya: "karena Al-Qur'an mencakup: 1) pengesaan Allah dan penjelasan tentang sifat-sifat-Nya, 2) perintah-perintah dan larangan-larangan, dan 3) kisah-kisah dan pelajaran-pelajaran, sedangkan QS Al-Ikhlas merangkum cakupan yang pertama yakni pengesaan Allah dan penjelasan tentang sifat-sifat-Nya".
Keutamaan kedua, seseorang yang suka membaca surat ini karena mengandung sifat-sifat Allah akan dicintai oleh Allah. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, dan Al-Nasai. Keutamaan ketiga, seseorang yang membaca surat ini karena mencintainya akan mengantarkannya kedalam surga. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Al-Tirmidzi dan Al-Nasai.
Terkait dengan keutamaan membacanya dalam sholat, diriwayatkan pula bahwa dianjurkan untuk membaca Al-A'la, Al-Kafirun, dan Al-Ikhlas dalam sholat witir, dan membaca Al-Kafirun dan Al-Ikhlas dalam sholat sunnah sebelum sholat shubuh.
Keutamaan keempat, jika dibaca dengan Al-Mu'awwidzatain (Al-Falaq dan Al-Naas) masing-masing tiga kali pada pagi dan sore maka itu cukup untuk menjadi pelindung bagi seorang mukmin dengan izin Allah. Keutamaan kelima, Aisyah ra mengabarkan bahwa Rasulullah saw jika hendak tidur maka beliau menggabungkan kedua tangan beliau, meniupnya, lalu membaca padanya Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan Al-Naas, lalu mengusapkan kedua tangan beliau ke kepala dan ke seluruh tubuh beliau.
Kandungan surat
Surat ini diawali dengan pernyataan akan keesaan Allah, yaitu bahwa Allah adalah Ahad (Yang Maha Esa). Tidak memiliki sekutu. Kemudian ayat kedua menyatakan bahwa Allah adalah tempat bergantung; semua ciptaan-Nya bergantung dan butuh kepada-Nya, sedangkan Allah Maha Berdiri Sendiri dan tidak butuh dengan sesuatu pun. Kemudian ayat ketiga menegaskan bahwa Allah tidak beranak (lam yalid) dan tidak diperanakkan (lam yuulad). Al-Nasafi menjelaskan bahwa beranak adalah pertanda kefanaan karena sesuatu beranak dalam rangka untuk mempertahankan eksistensi jenisnya. Sedangkan Allah adalah Dzat Yang Kekal. Dan Allah tidak dilahirkan oleh sesuatu pun karena sesuatu yang dilahirkan menunjukkan bahwa ia bersifat baru, yakni sebelumnya tidak ada. Sedangkan Allah adalah Dzat yang Qadiim Azali. Kemudian ayat terakhir menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang serupa atau menyamai Allah. Ini mengandung dua makna. Pertama, sifat-sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat makhluq (Laisa kamitslihi syai-un, tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia). Kedua, tidak ada sesuatu pun yang kekuatan, kekuasaan, keagungan, pengetahuan, dan kebijaksanaannya menyamai Allah. Maha Tinggi Allah.
Simetri
Pertama-tama, simetri dan keseimbangan bisa dilihat dari susunan bahasanya. Semua ayat dalam surat ini berakhiran dengan huruf daal. Kedua, kita bisa melihat adanya simetri dalam surat ini dari kandungannya. Ayat pertama simetris dengan ayat keempat. Ayat pertama menyatakan bahwa Allah adalah Esa, Yang Satu, yang tidak ada duanya. Sedangkan ayat keempat menegaskan kembali bahwa tidak ada sesuatu pun yang menyerupai ataupun bisa menyamai Allah. Kemudian ayat yang kedua menyatakan bahwa Allah adalah tempat bergantung, artinya Allah itu berdiri sendiri, tidak butuh siapapun. Maka ayat ketiga menegaskan bahwa Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Allah tidak butuh anak, dan juga tidak butuh dilahirkan.
Ikatan dan hubungannya dengan Al-Falaq dan Al-Naas
Surat ini adalah pernyataan kita mengenai sifat-sifat Allah yang Maha Esa, satu-satunya tempat bergantung, dan tidak ada duanya dalam keagungan, kekuasaan, dan kekuatan. Maka setelah kita mendeklarasikan ini, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan makhluq-makhluq-Nya dan dari kejahatan tipu daya syetan.