Baik ibtila' maupun fitnah (bukan fitnah dalam bahasa Indonesia), dua-duanya bermakna "ujian". Hidup ini memang ujian.

1. Hidup ini adalah untuk menguji siapa yang paling baik amal perbuatannya (liyabluwakum ayyukum ahsanu 'amalan).

2. Hidup ini adalah untuk menguji atas apa-apa yang Allah berikan kepada kita (liyabluwakum fii maa aataakum), baik itu kekuasaan, harta, ilmu, tenaga, kerupawanan, kesehatan, waktu luang, dsb. Ini semua namanya "ujian berupa hal2 yg menyenangkan (balaa-an hasanan)". Terhadap ujian2 ini, kita harus bersyukur, bukan malah kufur. Bentuk syukurnya adalah dengan menggunakan berbagai kenikmatan itu sesuai dg perintah dan arahan Allah.

3. Allah juga menurunkan berbagai ujian yang tidak menyenangkan. "Dan sungguh Kami akan menguji kalian dengan rasa takut, kelaparan, dan kekurangan/kehilangan harta, nyawa, dan buah-buahan". Terhadap ujian2 ini, kita hendaknya bersabar.

4. Hidup ini fitnah (ujian), apakah kita bersedia menaati Allah secara mutlak. Sebagian besar larangan2 Allah bisa kita pahami memang untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Sebagian besar manusia pun memahaminya sebagai nilai2 universal, seperti larangan membunuh, merampok, mencuri, memzhalimi orang lain, dsb. Namun Allah juga menetapkan beberapa larangan, yang tidak secara langsung mudah dipahami alasannya, dan karenanya banyak manusia yg jatuh kedalam larangan2 tersebut karena tidak memahaminya. Misalnya, larangan makan babi. Demikian pula larangan berzina.
Tidak mudah memahami mengapa babi dilarang dimakan. Meski bisa saja kita mencari hikmah2nya. Akibatnya, banyak orang yg melanggar larangan ini.
Demikian pula, tidak mudah memahami mengapa zina dilarang, meski kita bisa saja mencari berbagai hikmah dari dilarangnya zina. Karena itu, banyak orang terjatuh kedalam larangan ini, karena mereka berpikir toh tidak merugikan siapa-siapa, karena suka sama suka.
Ini semua sengaja Allah tetapkan sebagai fitnah (ujian dan cobaan) sebagaimana Allah menjadikan pohon khuldi sebagai fitnah buat Adam dan Hawa.