Sudah berapa kali kita berjumpa Ramadhan? Bagaimana kita memaknai Ramadhan selama ini? Apakah kita biasa melaluinya begitu saja? Ataukah kita menjalaninya dengan biasa-biasa saja? Ataukah kita benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkannya untuk mengubah diri kita menjadi lebih baik lagi?

ImageJika kita ingin benar-benar mengistimewakan dan mengoptimalkan Ramadhan, tidak bisa tidak kita harus memahami hakikat Ramadhan. Berikut ini beberapa makna dan hakikatnya.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Bercermin Diri (Syahrul Muhasabah)

Seberapa bersemangat dan seberapa mampu kita memanfaatkan Ramadhan pada setiap menit dan detiknya, merupakan indikasi ketaqwaan kita kepada Allah. Dari sini kita bisa menilai diri kita, apakah kita termasuk hamba Allah yang dzalimun linafsihi (masih suka menganiaya diri sendiri), atau yang muqtashid (yang pas-pasan saja), ataukah yang sabiqun bil khairat (yang bergegas dalam melaksanakan berbagai kebaikan).

Disamping itu, Ramadhan juga merupakan sarana yang sangat tepat bagi kita untuk bercermin diri. Sebuah hadits muttafaq ‘alaih menyatakan bahwa selama bulan Ramadhan syetan-syetan dibelenggu. Nah, jika syetan-syetan telah dibelenggu tetapi kita masih saja melakukan dosa dan kemaksiatan maka seperti itulah diri kita yang sebenarnya.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Limpahan Rahmat (Syahrur Rahmah)

Rasulullah bersabda, “Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kamu berpuasa di bulan ini ... Barangsiapa tidak mendapat bagian kebaikannya, maka sungguh berarti ia telah dijauhkan dari rahmat Allah.”

Pada bulan Ramadhan, Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya melebihi pada bulan-bulan lainnya. Pada bulan ini, Allah melipatgandakan pahala amal kebaikan, memberikan semangat ketaatan kepada hamba-hamba-Nya, dan bahkan memberikan bonus satu malam yang lebih baik dari seribu bulan yaitu Lailatul Qadr. Karena itu, rugilah kita jika selama bulan ini kita tidak memanfaatkan limpahan rahmat Allah yang sedemikian besar.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Taubat (Syahrut Taubah)

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” Beliau juga bersabda, “Barangsiapa berdiri (menegakkan shalat malam, shalat tarawih) pada bulan Ramadhan atas dasar iman dan berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yeng telah lalu akan diampuni.” Beliau bahkan berkata, “Barangsiapa berpuasa lalu tidak berkata-kata buruk dan tidak mengumpat maka ia akan keluar dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.” Jadi, apa lagi yang kita tunggu. Mari kita banyak-banyak beribadah dan memohon ampunan kepada Allah, agar Ramadhan ini dapat menjadi penghapus dosa-dosa kita.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Puasa (Syahrush Shiyam)

Puasa yang sejati tidaklah cukup hanya dengan meninggalkan makan, minum dan hubungan suami isteri pada siang hari. Lebih dari itu, puasa yang sejati adalah puasa yang bersifat total, yakni mempuasakan seluruh anggota tubuh kita: akal pikiran, hati, mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan anggota-anggota tubuh kita yang lainnya. Semuanya harus kita puasakan dari berbagai bentuk dosa dan kemaksiatan. Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan yang keji, maka sekali-kali Allah tidak butuh dengan puasanya yang hanya meninggalkan makan dan minum saja.”

Bulan Ramadhan adalah Bulan Al-Qur’an (Syahrul Qur’an)

Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkannya Al-Qur’an. Pada setiap bulan ini, Rasulullah selalu melakukan tadarrus Al-Qur’an bersama malaikat Jibril. Beliau ingin memberikan teladan kepada kita semua agar kita berinteraksi seakrab mungkin dengan Al-Qur’an selama bulan Ramadhan. Interaksi ini meliputi banyak hal: membacanya, memahami maknanya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Akan lebih baik lagi jika kita juga berusaha untuk menghafalnya sesuai dengan kemampuan yang kita miliki.

Bulan Ramadhan adalah Bulan Infaq dan Sedekah (Syahrul Infaq wash Shadaqah)

Ramadhan bukan hanya kesempatan untuk beribadah secara vertikal saja. Ia juga kesempatan emas untuk beribadah secara horisontal, melakukan berbagai kebaikan kepada sesama. Di bulan ini kita sangat dianjurkan untuk banyak berinfak dan bersedekah. Kita telah merasakan bagaimana rasanya kelaparan dan kehausan. Sudah semestinya kita kemudian mampu berempati kepada mereka yang selama ini biasa kelaparan dan kehausan, dengan cara berinfaq dan bersedekah kepada mereka. Demikianlah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah. Sebuah riwayat menyatakan bahwa kedermawanan beliau di bulan Ramadhan sampai menyerupai angin yang bertiup.

Demikianlah beberapa makna dan hakikat Ramadhan. Jika kita telah memahaminya maka selanjutnya kita harus bergegas untuk mengimplementasikannya dalam hari-hari Ramadhan kita. Harapan kita, keluar dari Ramadhan kita telah menjadi pribadi yang jauh lebih bertaqwa, la’allakum tattaqun.