Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi penulis: https://abdurrosyid.wordpress.com/2011/03/15/dakwah-di-media-peluang-dan-tantangannya/]

Dakwah adalah aktivitas yang baik. Lebih dari itu, dakwah adalah aktivitas yang sangat mulia, bahkan paling mulia. Wa man ahsanu qawlan min man da’aa ilallah ‘Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang berdakwah, menyeru kepada Allah’.

Aktivitas yang baik harus dilakukan dengan cara yang baik, bahkan yang terbaik. Jika tidak, aktivitas yang baik itu akan dikalahkan oleh aktivitas yang buruk dan jahat. Seperti perkataan Ali bin Abi Thalib ra: “Kebaikan yang tidak dikelola dengan baik akan dikalahkan oleh keburukan dan kejahatan yang dikelola dengan baik.”

Saat ini kita melihat bahwa konten-konten dan seruan-seruan yang tidak baik terus disebarluaskan secara masif kepada masyarakat melalui berbagai macam media, baik media cetak, media elektronik, maupun media online. Nah, jika dakwah tidak kita lakukan dengan cara yang sama, kita semua tentunya khawatir bahwa setiap saat masyarakat kita hanya akan dicekoki oleh konten-konten dan seruan-seruan yang tidak baik, mengingat tingkat interaksi masyarakat kita dengan media sudah begitu tinggi. Betapa tidak, saat ini hampir setiap rumah punya pesawat televisi yang ditonton berjam-jam setiap hari. Saat ini masyarakat kita juga semakin akrab dengan internet. Apalagi, sekarang ini internet sudah masuk desa, dan ada banyak perangkat dan layanan semacam blackberry yang bisa dipakai dengan mudah untuk mengakses internet. Ini artinya, peluang untuk berdakwah di media sangatlah besar dan prospektif.

Namun di sisi lain, berdakwah di media memiliki tantangan-tantangan yang harus kita hadapi dan kita atasi. Untuk bisa berdakwah secara leluasa di radio atau televisi, idealnya kita harus punya stasiun sendiri. Kalau kita masih ‘nebeng’ stasiun milik orang lain – yang tidak punya misi dakwah -, jangan harap kita bisa leluasa. Untuk mendapatkan slot taushiyah lima menit saja, kadang-kadang teramat sulit. Bisa-bisa kita malah harus bayar. Ironisnya, para pemilik stasiun itu amat royal untuk menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyiarkan konten-konten entertainment yang notabene kurang mendidik, seperti program musik, program infotainment, program komedi, dan sebagainya.

Kasus media cetak tidak jauh berbeda. Untuk minta slot artikel taushiyah atau konsultasi agama yang hanya satu kolom saja masih teramat sulit. Padahal pada saat yang sama kita mendapati banyak media cetak rela menghabiskan separuh atau bahkan satu halaman penuh hanya untuk memuat komik dan kartun komedi. Bahkan sangat banyak koran yang ‘mendedikasikan’ satu halaman penuh hanya untuk memuat berita-berita selebritis!

Para pemilik media itu mungkin bukanlah satu-satunya pihak yang bisa dipersalahkan. Perusahaan pemilik media itu kan punya misi bisnis. Sehingga ketika mereka melihat bahwa masyarakat kita amat gandrung dengan program-program hiburan, mereka pun memanfaatkannya. Harapannya tentu saja bisa menaikkan pendapatan dari iklan-iklan yang didapat atau dari naiknya oplah penjualan. Dalam hal ini, masyarakat kita juga salah. Salahnya adalah mengapa yang mereka gandrungi adalah program-program hiburan yang kurang mendidik itu.

Namun yang lebih salah lagi, menurut saya, adalah orang-orang yang prihatin dengan keadaan ini namun hanya berdiam diri, tidak berusaha untuk memiliki media sendiri. Padahal orang-orang seperti inilah yang bisa menyadari bahwa masyarakat tidak hanya perlu ‘dihibur’ tetapi juga perlu ‘dididik’. Syukur-syukur jika bisa ‘dididik sekaligus dihibur’. Istilah kerennya: edutainment.

Relijiusitas Sesaat

Kadang saya juga gembira ketika di bulan Ramadhan, media massa menjadi lebih relijius. Konten-konten relijius menjadi semakin sering dimuat dan ditayangkan. Namun sayangnya relijiusitas itu hanya berlangsung sebulan. Begitu bulan Ramadhan usai, usai pulalah segala bentuk relijiusitas itu. Apakah seperti ini yang kita inginkan? Tentunya tidak.

Saya sedikit lebih terhibur ketika ada beberapa media yang mencoba menampilkan relijiusitas yang sifatnya lebih langgeng. Koran Republika misalnya, meskipun adalah media massa umum, namun konsisten mencetak beberapa halaman khusus setiap hari Jumat, yang kalau tidak salah mereka namai Buletin Jumat. Halaman-halaman khusus tersebut memuat konten-konten keagamaan yang sangat bermanfaat dalam meningkatkan ketakwaan masyarakat.

Perkembangan Terkini yang Menggembirakan

Akhir-akhir ini saya menjadi gembira karena sudah mulai banyak bermunculan stasiun radio dakwah. Di Jawa Barat, Aa Gym punya Radio MQ. Di Jawa Timur ada Radio Sham FM. Dan tentunya masih banyak lagi radio dakwah yang lainnya, baik yang statusnya radio swasta ataupun radio komunitas. Radio-radio dakwah seperti ini sangat perlu kita perbanyak, agar setidak-tidaknya bisa mengimbangi banyaknya radio yang setiap saat hanya ‘ndangdutan’.

Saya lebih bergembira lagi karena ternyata sekarang ini sudah mulai ada televisi dakwah. Di Jawa Timur ada televisi lokal yang bernama TV9, miliknya Nahdhatul Ulama (NU). Kelompok keagamaan lain barangkali punya sentimen terhadap ‘Televisi NU’ ini. Namun menurut saya, sentimen itu tidak perlu ada. Coba bayangkan, di tengah banyaknya stasiun-stasiun televisi hedonis, ternyata ada TV9 yang tentu saja memiliki konten yang jauh lebih islami. Ini tentu saja sangat perlu kita syukuri.

Di TV9, setiap pagi ada program film kartun islami. Kontennya subhanallah. Kadangkala mengangkat cerita-cerita anak shaleh, lain kali mengangkat kisah-kisah para nabi. Ini tentu saja jauh lebih baik daripada kartun Rintintin atau Dragon Ball.

Disamping itu, TV9 juga banyak menayangkan program kajian keislaman. Namanya Kiswah “Kajian Islam Aswaja’. Terlepas dari ‘keaswajaan’ kontennya yang barangkali sebagiannya kurang berkenan bagi beberapa kelompok keagamaan lainnya, menurut saya program ini sangat bagus. Apalagi jika dibandingkan dengan program Opera Van Java atau Empat Mata-nya Tukul Arwana. Jauh lebih bermanfaat, bukan?

Jika sekarang sudah ada TV9, kita berharap nantinya akan muncul televisi-televisi lokal serupa, yakni yang memiliki misi dakwah. Adanya sedikit perbedaan konten yang sifatnya khilafiyah tidaklah mengapa, karena perbedaan-perbedaan seperti itu memang tidak akan pernah musnah sampai hari kiamat. Yang tidak boleh terjadi adalah jika televisi-televisi lokal yang bermunculan hanyalah televisi-televisi lokal yang sukanya memutar campursari, sebagaimana yang sekarang banyak kita dapati.

Media Online: Sebuah Mainstream Baru

Ada peluang lain yang akhir-akhir ini membuat kita gembira. Seiring dengan makin pesat dan makin meluasnya perkembangan teknologi informasi khususnya internet, kita mendapati semakin banyaknya sarana-sarana baru yang bisa kita pakai untuk berdakwah.

Yang pertama, peluang berdakwah melalui blog dan website. Jika media cetak tergolong relatif mahal biaya produksinya, tidak demikian halnya dengan media online. Hanya dengan berbekal sejumlah uang untuk sewa hosting dan domain, kita bisa menerbitkan blog atau website. Ini artinya ada peluang bagi lebih banyak orang untuk bisa berdakwah di media. Saat ini kita sama sekali tidak bisa memandang remeh media online. Hampir semua orang saat ini memiliki gadget yang bisa mengakses internet. Sehingga, sudah menjadi kebiasaan bahwa banyak orang saat ini mengakses berita dari detik.com, vivanews.com, dan sebagainya, tidak lagi dari media cetak. Bahkan kebanyakan media cetak kini sudah memiliki versi online. Media elektronik pun tak mau kalah. Mereka juga menyediakan layanan live streaming di internet.

Memang media online terbilang sangat murah jika dibandingkan dengan media konvensional. Bahkan jika Anda tidak memiliki uang, Anda masih bisa berdakwah dengan memanfaatkan fasilitas blogging gratisan macam Blogspot atau WordPress.

Yang kedua, peluang berdakwah melalui jejaring sosial. Siapa sih yang hari gini tidak akrab dengan Facebook atau Twitter? Hampir semua orang, kecuali barangkali kakek nenek kita, memiliki akun Facebook atau Twitter. Ini adalah sebuah peluang besar untuk saling berbagai pesan-pesan dakwah. Tidak hanya dalam bentuk status. Anda juga bisa berbagi gambar atau link yang sekiranya bermanfaat untuk teman-teman Anda.

Yang ketiga, peluang berdakwah melalui video-sharing. Sekarang ini banyak sekali layanan video-sharing di internet, seperti Youtube, Vodpod, Metacafe, dan sebagainya. Jika Anda memiliki beberapa video rekaman kajian, Anda dengan mudah bisa mengunggahnya di layanan-layanan video-sharing tersebut. Gratis tis tis, dan orang-orang di seantero dunia bisa menikmati video tersebut.

Yang keempat, peluang berdakwah melalui radio atau televisi internet. Jika kita merasa belum punya cukup dana untuk mendirikan sebuah stasiun radio atau televisi, mengapa tidak mendirikannya on the internet? Dengan modal yang relatif jauh lebih murah, kita bisa membangun sebuah radio internet atau televisi internet. Memang untuk saat ini pengaksesnya tidak akan sebanyak pengakses radio atau televisi konvensional, namun ke depan seiring dengan pengembangan infrastruktur internet pengaksesnya akan semakin banyak saja.

Kesimpulannya, berdakwah melalui media online adalah sebuah mainstream baru yang patut diperhitungkan dan patut dikembangkan. Tidak harus menunggu besok. Mari kita mulai saat ini juga.

Demikianlah kira-kira gambaran singkat mengenai peluang dan tantangan berdakwah di media. Bukan sekadar untuk dipikirkan apalagi diangan-angkan, tetapi untuk kita laksanakan, sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang kita miliki. Salam dakwah!