Dari sisi bahasa, tafsir artinya menerangkan atau menjelaskan. Dalam peristilahan, tafsir Al-Qur'an artinya penjelasan mengenai ayat-ayat Al-Qur'an yang mencakup makna, kandungan, hikmah-hikmah, pelajaran-pelajaran, dan petunjuk-petunjuknya serta hukum-hukum yang diambil darinya. 

Metodologi

Secara umum, tafsir bisa didasarkan pada riwayat (atsar) yang disebut sebagai al-tafsir bi al-riwayah atau al-tafsir bi al-ma'tsur dan bisa pula dilakukan dengan dirayah (pemahaman dan penalaran) yang disebut sebagai al-tafsir bi al-dirayah. Yang benar, tafsir itu mesti memadukan antara riwayat dan dirayah. Hal ini dikarenakan riwayat-riwayat tentang tafsir Al-Qur'an itu terbatas, sementara tadabbur mesti dilakukan terhadap semua ayat-ayat Al-Qur'an. Hanya saja disini penggunaan dirayah perlu dibingkai oleh metodologi yang benar.

Tafsir dengan riwayat dilakukan dengan dua cara: 1) tafsir Al-Qur'an dengan Al-Qur'an, dimana sangat sering bahwa ayat yang satu menafsiri ayat yang lainnya, 2) tafsir Al-Qur'an dengan Al-Sunnah karena As-Sunnah memang berfungsi sebagai penjelas bagi Al-Qur'an, 3) tafsir Al-Qur'an berdasarkan riwayat dari para sahabat, tabi'in, dan ulama salaf, karena kedekatan mereka dengan masa diturunkannya Al-Qur'an. Adapun tafsir dengan dirayah harus memperhatikan bingkai metodologi sebagai berikut:

  1. Tidak bertentangan dengan riwayat yang shahih.
  2. Mengikuti aturan, uslub, dan makna bahasa Arab sebagaimana dipahami pada masa Al-Qur'an diturunkan.
  3. Memperhatikan konteks ayat.
  4. Memperhatikan asbab al-nuzul dan ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lainnya.
  5. Menjadikan Al-Qur'an sebagai "imam", bukan sebagai "makmum". Tidak menjadikan Al-Qur'an sekadar sebagai alat untuk melegitimasi kepentingan hawa nafsu semata (kepentingan politik, kepentingan kelompok, dan berbagai kepentingan dunia).

Syarat-syarat mufassir

Syarat pertama dalam menafsirkan Al-Qur'an adalah:

  • Iman yang murni dan aqidah yang lurus.
  • Bebas dari pengaruh hawa nafsu.

Selanjutnya, menafsirkan Al-Qur'an ada beberapa tingkatan:

  1. Tafsir Al-Qur'an oleh orang yang memahami bahasa Arab. Ini adalah tingkatan terendah, yang dimudahkan untuk setiap orang yang memahami bahasa Arab. Dalam hal ini, ayat-ayat Al-Qur'an dipahami dalam makna ayat-ayatnya yang jelas. 
  2. Tafsir Al-Qur'an secara lebih mendalam. Ini mencakup hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia yang lebih mendalam dari ayat-ayat Al-Qur'an dan pendalaman terhadap hukum-hukum yang diambil dari ayat-ayat Al-Qur'an. Untuk tafsir tingkatan ini diperlukan syarat-syarat sebagai berikut:
  • Memahami bahasa Arab (isytiqaq, nahwu, sharaf) dan balaghah serta sastra Arab, sehingga bisa memahami ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana dipahami pada masa diturunkannya Al-Qur'an. Dengan ini, seorang mufassir bisa memahami makna kata-kata dalam ayat-ayat Al-Qur'an dengan makna pada saat Al-Qur'an diturunkan.
  • Memahami Sunnah Nabi saw. Hal ini karena Sunnah adalah penjelas bagi Al-Qur'an.
  • Memahami sirah Rasulullah saw beserta para sahabatnya. Hal ini karena banyak ayat-ayat terkait dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi selama kenabian. Termasuk didalamnya mengetahui asbab al-nuzul ayat-ayat jika memang ada.
  • Memahami ilmu-ilmu Al-Qur'an ('ulumul Qur'an), termasuk didalamnya ilmu qiraat dan ilmu tentang qawaid ushuliyah (yang sangat penting dalam kaitannya dengan ayat-ayat ahkam).
  • Kemampuan pemahaman dan penalaran yang baik dan memadai.
  • Mengikuti kaidah-kaidah dan metodologi yang benar dalam menafsirkan Al-Qur'an.

Bahkan Al-Zamakhsyari, penulis Al-Kasysyaf, menambahkan syarat penguasaan terhadap ilmu-ilmu kauniyah. Alasannya adalah agar tidak salah dalam menjelaskan dan menafsirkan tentang ayat-ayat yang menyebutkan tentang fenomena-fenomena kauniyah, yang jumlahnya tidak sedikit dalam Al-Qur'an.

Berbagai corak kitab-kitab tafsir

Kitab-kitab tafsir bisa diklasifikasikan antara lain sebagai berikut:

  1. Tafsir bi al-ma'tsur, misalnya Tafsir Al-Thabari dan Tafsir Ibn Katsir. Termasuk juga dalam corak ini adalah tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dengan ayat-ayat Al-Qur'an lainnya seperti Adhwa' Al-Bayan karya Syaikh Al-Syinqithi.
  2. Tafsir tahlili, yakni tafsir yang disajikan atau ditulis berurutan sesuai dengan urutan ayat-ayat dan surat-surat dalam Al-Qur'an. Tafsir bisa disajikan per ayat, atau per penggalan ayat, atau per surat.
  3. Tafsir lafzhi, yakni tafsir singkat menjelaskan kata-kata dalam ayat-ayat Al-Qur'an, misalnya Tanwir Al-Miqbaas dan Tafsir Al-Jalalain. Ini termasuk dalam tafsir tahlili yang disajikan per ayat, bahkan per kata. Dan fokusnya adalah menjelaskan makna kata-kata dalam ayat agar menjadi lebih jelas.
  4. Tafsir lughawi, misalnya Tafsir Abu Al-Su'ud. Termasuk juga dalam corak ini adalah kitab-kitab tafsir i'rab ayat-ayat Al-Qur'an. Ini juga biasanya disajikan secara tahlili.
  5. Tafsir fiqih atau ahkam, misalnya Tafsir Ahkamul Qur'an karya Al-Jashshash dalam madzhab Hanafi, Tafsir Ahkamul Qur'an karya Ibnul Arabi dalam madzhab Maliki, dan Tafsir Ahkamul Qur'an karya Al-Kiya Al-Harasi dalam madzhab Syafi'i.
  6. Tafsir maudhu'i, yakni tafsir yang pembahasannya berdasarkan topik-topik tertentu. Dalam satu topik tertentu, semua ayat-ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan topik tersebut dikumpulkan dan dibahas.
  7. Tafsir tadabbur, yakni tafsir yang berusaha merefleksikan ayat-ayat Al-Qur'an pada kehidupan, misalnya Tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridha dan Tafsir Fii Zhilal Al-Qur'an karya Sayyid Quthb.
  8. Tafsir 'ilmi, yakni tafsir yang mengedepankan pembahasan ilmiah terhadap ayat-ayat Al-Qur'an, misalnya Tafsir Al-Jawahir karya Thanthawi Jauhari.

Menafsiri Al-Qur'an, mentadabburi Al-Qur'an, dan membacakan kitab tafsir Al-Qur'an

Hendaknya kita juga bisa membedakan beberapa peristilahan. Untuk tafsir Al-Qur'an, barangkali sangat sedikit di zaman ini orang yang melakukannya. Tafsir Al-Qur'an kebanyakannya sudah ada dalam riwayat-riwayat dan kitab-kitab tafsir para ulama terdahulu. Orang-orang berilmu zaman sekarang lebih menyukai istilah tadabbur, yakni mengambil hikmah-hikmah, pelajaran-pelajaran, dan faidah-faidah yang bisa dipetik dari ayat-ayat Al-Qur'an. Adapun ketika ada orang yang membacakan sebagian atau keseluruhan dari kitab-kitab tafsir para ulama terdahulu maka sebetulnya dia tidak sedang menafsirkan Al-Qur'an; dia hanya sedang membacakan kitab tafsir Al-Qur'an atau menyampaikan isi dari kitab tafsir Al-Qur'an.