Dalam beramal, kita harus tahu prioritas. Mengapa mengetahui prioritas dalam beramal itu penting? Jawabannya adalah, karena waktu kita lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah seluruh amal (dengan segala hukum dan sifatnya) yang mungkin untuk kita lakukan. Pemahaman terhadap prioritas dalam beramal merupakan salah satu bagian penting dari pemahaman agama seseorang.
Antara yang wajib dan yang sunnah
Amal itu banyak. Ada yang ibadah mahdhah dan ada yang ibadah ghayr mahdhah. Terkait prioritas dalam beramal, kita pertama-tama harus mendahulukan yang wajib atas yang sunnah. Tak peduli itu mahdhah ataupun ghayr mahdhah.
Sebagai contoh, seorang profesional yang bekerja pada suatu instansi. Dia sudah menandatangani kontrak untuk bekerja berdasarkan aturan-aturan tertentu, misalnya terkait dengan jam kerja, tenggat waktu, capaian minimal, dan sebagainya. Disini menunaikan akad, pada batas minimal yang sudah disepakati, adalah kewajiban. Tentu saja sepanjang tidak ada kemaksiatan didalamnya, misalnya jam kerja yang menjadikan seseorang meninggalkan sholat wajib lima waktu dan semacamnya. Dalam hal ini, setelah menunaikan ibadah mahdhah yang sifatnya wajib, misalnya sholat wajib lima waktu, puasa Ramadhan, dan sebagainya, seseorang seharusnya mendahulukan kewajiban menunaikan akad tersebut dibandingkan memperbanyak amalan-amalan sunnah, jika waktu yang ada terbatas. Tentu saja jika seseorang bisa melakukan semuanya maka itu lebih baik. Namun seringkali waktu yang kita miliki terbatas, dan disitulah kita dihadapkan pada prioritas. Dalam memandang prioritas ini, kita harus memahami bahwa agama itu luas. Agama bukan hanya ibadah mahdhah. Berbagai kewajiban yang sifatnya ghayr mahdhah tidak boleh kita telantarkan dengan alasan memperbanyak ibadah mahdhah yang sifatnya sunnah.
Bagi seorang kepala keluarga, kewajiban mencari nafkah adalah ibadah yang agung. Bagi seorang istri, melayani suami dan mengurus rumah serta anak-anak adalah ibadah yang agung. Tidak ada rahbaniyah (kerahiban) dalam Islam. Tidak dibenarkan seorang suami/ayah hanya menghabiskan waktunya di masjid untuk shalat dan membaca Al-Qur'an sementara ia meninggalkan kewajiban bekerja sehingga istri dan anak-anaknya terlantar. Demikian pula tidak dibenarkan seorang istri sibuk memperbanyak amalan-amalan sunnah sementara ia mengabaikan berbagai kewajibannya seperti melayani suami dan mengurus suami serta anak-anaknya. Bahkan ketika seseorang hanya memiliki waktu untuk kewajiban-kewajibannya saja, yang mahdhah dan yang ghayr mahdhah, sementara ia tidak memiliki waktu yang banyak untuk memperbanyak amalan-amalan sunnah, maka jika semua penunaian kewajibannya itu ia niatkan lillahi Ta'ala, untuk mendapatkan ridha Allah, maka itu insyaallah akan bernilai besar di sisi Allah.
Antara sunnah satu dan sunnah yang lainnya
Ketika kita dihadapkan pada berbagai amal sunnah yang mungkin untuk kita kerjakan sementara kita memiliki waktu yang lebih sedikit dari keseluruhan amal sunnah yang mungkin dikerjakan, maka prioritas tergantung pada berbagai pertimbangan. Salah satunya adalah memprioritaskan amalan yang terbaik pada suatu waktu atau keadaan. Pertimbangan lainnya adalah dampak dari amalan sunnah tersebut. Secara umum, amal muta'addiy (yang memberikan manfaat kepada orang lain selain pelaku itu sendiri) lebih utama daripada amal ghayr muta'addiy (yang hanya memberikan manfaat kepada pelakuknya saja).