Qiyas artinya menganalogikan hukum dari sesuatu yang tidak ada nash-nya pada hukum sesuatu yang lain yang ada nash-nya, karena adanya kesamaan 'illat.

Qiyas memiliki empat rukun: 1) pokok (al-ashl), 2) cabang (al-far'u), 3) hukum dari pokok (hukm al-ashl), dan 4) 'illat. Contohnya qiyas haramnya segala minuman yang memabukkan. Disini pokoknya adalah khamr, cabangnya adalah segala minuman yang memabukkan, hukum dari pokok adalah haram, dan 'illat-nya adalah sifat memabukkan.

Hasil dari qiyas tidak boleh bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijma'. 

Hukum dari pokok yang bisa digunakan untuk qiyas memiliki tiga syarat, yaitu:

  1. Merupakan suatu hukum syar'i yang ditetapkan berdasarkan nash. Syaikh Al-Utsaimin menambahkan dalam Al-Ushul min 'Ilmil Ushul, atau berdasarkan ijma'. 
  2. Bisa diketahui 'illat-nya oleh akal manusia. Biasa disebut sebagai "ma'qul al-ma'na". Dengan demikian, tidak boleh mengqiyaskan pada hukum-hukum yang "gahyr ma'qul al-ma'na" yakni ibadah-ibadah ta'abbudiyah, seperti jumlah rakaat shalat.
  3. Bukan merupakan hukum yang bersifat khusus. Hukum yang bersifat khusus ada dua macam. Pertama, bersifat khusus karena 'illatnya tidak ada pada hal yang lain. Misalnya hukum qashar sholat bagi musafir. Disini 'illat-nya adalah safar, yang tidak ada pada selain safar. Kedua, berlaku secara khusus. Misalnya hukum-hukum yang khusus bagi Rasulullah saw.

Adapun 'illat harus memenuhi syarat-syarat berikut:

  1. Merupakan suatu sifat yang zhahir, bukan sifat yang sifatnya khafiy (tersembunyi). Contohnya: 'illat dari nasab adalah akad nikah, bukan asal air mani karena asal air mani sifatnya tersembunyi.
  2. Merupakan suatu sifat yang mundhabith, yakni terukur dan bisa didefinisikan dengan jelas. Bukan sesuatu yang berbeda-beda berdasarkan situasi, kondisi, dan dari satu orang ke orang yang lainnya. Karena itu sakit merupakan salah satu 'illat bolehnya berbuka puasa, sedangkan adanya masyaqqah tidak boleh dijadikan sebagai 'illat bolehnya berbuka puasa.
  3. Merupakan suatu sifat yang munasib, yakni sifat yang menjadi substansi dari suatu hukum. Karena itu 'illat dari haramnya khamr adalah sifat memabukkan, bukan warna khamr. 
  4. Merupakan suatu sifat yang tidak terbatas pada pokok saja. Artinya, sifat tersebut bisa didapati pada cabang. Karena itu, misalnya, tidak boleh mengqiyaskan pada hukum-hukum yang khusus hanya untuk Rasulullah saw. 

Perbedaan antara sabab dan 'illat:

Setiap 'illat adalah juga sabab. Namun, tidak semua sabab adalah 'illat. Suatu sabab tidak dikatakan sebagai 'illat jika ia tidak bisa dilogika (gahyr ma'quul al-ma'na). Contoh sabab yang bukan 'illat: tergelincirnya matahari merupakan sabab wajibnya sholat zhuhur, terbenamnya matahari merupakan sabab wajibnya sholat maghrib, dan masuknya bulan Ramadhan merupakan sabab wajibnya berpuasa Ramadhan.

Metode-metode mendapatkan 'illat:

  1. Dari nash. Contohnya adalah firman Allah yang menyatakan bahwa 'illat haramnya menggauli istri yang sedang haidh adalah "adzaa (kotoran, yakni adanya darah kotor)". Digiyaskan dari hukum ini adalah hukum haramnya menggauli wanita yang sedang nifas. Contoh lainnya adalah hadits Nabi saw: "Setiap yang memabukkan adalah khamr." Dari sini kita tahu bahwa 'illat dari haramnya khamr adalah sifat memabukkan.
  2. Dari ijma'. Contohnya ijma' bahwa 'illat dari perwalian harta anak kecil adalah karena usia yang masih kecil. 
  3. Berdasarkan observasi dan penilaian (al-sabr wa al-taqyiim). Cara ini disebut juga takhriij al-manath. Jika 'illat tidak bisa didapatkan melalui nash atau ijma' maka cara ini digunakan untuk mendapatkan 'illat. Dalam melakukan hal ini, 'illat yang didapatkan harus memenuhi syarat-syarat 'illat sebagaimana disebutkan diatas.

Sesudah 'illat bisa didapatkan dengan salah satu dari tiga cara diatas, maka harus dipastikan bahwa 'illat tersebut benar-benar ada pada cabang. Ini disebut tahqiiq al-manath.

Berdasarkan bagaimana 'illat didapatkan, qiyas bisa dibedakan menjadi dua: 1) qiyas jaliy dan 2) qiyas khafiy. Qiyas jaliy adalah qiyas yang 'illat-nya didapatkan dari nash atau ijma' (biasa disebut sebagai 'illat manshushah), sedangkan qiyas khafiy adalah qiyas yang 'illat-nya didapatkan dari proses istinbath (biasa disebut sebagai 'illat mustanbathah atau 'illat muktasabah).

Metode yang diperselisihkan: tanqiih al-manath

Tanqiih al-manath artinya berusaha mencari manath, yaitu motif atau substansi, dari suatu hukum yang tidak bisa didapatkan 'illat-nya secara langsung dan jelas, dengan cara tahdziib.

Contohnya adalah tentang seorang Badui yang menggauli istrinya pada siang Ramadhan, yang kemudian diperintahkan oleh Rasulullah saw untuk menunaikan kafarah. Berdasarkan tanqiih al-manath, madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa membatalkan puasa pada siang Ramadhan secara sengaja tanpa udzur syar'i harus ditebus dengan kafarah sebagaimana menggauli istri pada siang Ramadhan, Namun menurut madzhab Syafi'iyah, kafarah hanya khusus untuk yang menggauli istri di siang Ramadhan saja.