Salah satu tokoh utama yang mencetuskan ide islamisasi ilmu adalah Ismail Raji’ Al-Faruqi, seorang sarjana muslim Palestina dengan spesialisasi filsafat, dan lama tinggal, belajar, dan mengajar di Amerika Serikat (Temple University). Pada tahun 1982 telah diselenggarakan Seminar Islamisasi Ilmu Pengetahuan di Islamabad, Pakistan, dan dihadiri oleh para sarjana (ilmuwan) berbagai disiplin ilmu dari berbagai negara muslim.
Berikut ini kerangka (outline) dari tulisan Ismail Raji’ Al-Faruqi dibawah judul “Islamization of Knowledge : General Principles and Workplan”, diterbitkan oleh International Institute of Islamic Thought (IIIT) tahun 1402 H / 1982 M. Untuk mendapatkan detail tulisan beliau, Anda bisa merujuk langsung pada bukunya, yang juga pernah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
MASALAH
A. Malaise Yang Dihadapi Ummah
B. Efek-efek yang Utama dari Malaise Tersebut
1. Di Front Politik
Ummah terpecah-pecah. Kekuatan-kekuatan kolonial telah berhasil memecah-mecah ummah menjadi kurang lebih 50 negara yang berdiri sendiri-sendiri, dan saling menhantam diantara mereka.
2. Di Front Ekonomi
Umat Islam belum maju dan terbelakang dalam masalah ekonomi.
3. Di Front Religio-Kultural
Abad-abad kemerosotan kaum muslimin telah menyebabkan berkembangnya buta huruf, kebodohan, dan takhayul diantara mereka.
C. Inti Malaise yang Semakin Parah
Tidak diragukan lagi bahwa inti dari malaise yang dialami ummah adalah kesalahan sistem pendidikan yang diterapkan, yang bersifat merata dan umum di tengah-tengah umat Islam.
1. Keadaan Pendidikan di Dunia Islam pada Masa Kini
Meskipun semakin diperluas, keadaan pendidikan di Dunia Islam adalah yang terburuk. Sebelum ini, semua institusi pendidikan, mulai dari yang terendah sampai universitas, baik yang tradisional maupun yang sekular, tidak pernah seberani sekarang dalam mengemukakan tesis-tesis yang tidak islami. Demikian pula, para pemudanya tidak pernah sedemikian acuhnya terhadap Islam sebagaimana sekarang ini.
2. Tidak Memiliki Ketajaman Wawasan (Vision)
Meskipun pendidikan sudah dijalankan dengan sistem yang tidak Islami, ternyata hasil yang dicapai bukanlah sistem pendidikan model Barat sebagaimana yang diinginkan, tetapi hanya sebatas karikaturnya saja. Sebagaimana model pendidikan Islam, model pendidikan Barat juga sangat tergantung pada sebuah wawasan. Dan wawasan Islam jelas berbeda dengan wawasan Barat. Gedung-gedung pendidikan yang menjulang,semuanya adalah perlengkapan material yang tidak berharga tanpa adanya wawasan. Adalah sifat wawasan itu tidak dapat dijiplak kecuali insidental-insidentalnya.
TUGAS
A. Pemaduan Kedua Buah Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan Islam (yang selama ini ada) harus dipadukan dengan sistem pendidikan sekular sedemikian sehingga sistem baru yang terpadu itu dapat mengambil berbagai keuntungan dari masing-masing sistem yang ada.
B. Menanamkan Wawasan Islam
Pada mulanya Islam disajikan kepada seorang murid muslim dengan gaya otoritas kebepakan. Alam pikiran murid tersebut belum cukup dewasa untuk memahami atau menghargai pernyataan-pernyataan yang dikatakan “obyektif” tersebut. Oleh karena itu ketergantungannya atau kecintaannya kepada Islam disebabkan oleh sentimen, bukan oleh keyakinan yang telah dipikirkannya. Akibatnya jelas, keterlibatannya kepada Islam tidak dapat menahan serangan gencar dari kebenaran yang dikatakan “ilmiah”, “obyektif”, atau “modern”. Demikianlah deislamisasi itu berlangsung.
1. Kewajiban Mempelajari Kebudayaan Islam
Satu-satunya obat penangkal melawan proses deislamisasi tersebut di tingkat universitas adalah kewajiban mempelajari kebudayaan Islam, apapun bidang studi yang dipelajarinya. Selanjutnya, pengetahuan mengenai agama dan peradaban Islam tidak diperuntukkan bagi segelintir orang saja. Wawasan (vision) Islam tidak diperuntukkan bagi para spesialis saja. Wawasan ini adalah untuk semua manusia, dan ia dimaksudkan agar orang-orang yang memilikinya terangkat derajatnya ke tingkat eksistensi yang lebih tinggi.
2. Islamisasi Ilmu Pengetahuan Modern
Kita harus menguasai disiplin-disiplin ilmu modern kemudian kita bawa dalam world view islami.
METODOLOGI
A. Kekurangan Metodologi Tradisional
Metodologi tradisional yang jumud dan tidak kreatif akan menghambat kemajuan ummah.
1. Fiqih dan Para Faqih; Ijtihad dan Para Mujtahid
Pertama, persoalan definisi kata “fiqih” yang telah mengalami penyempitan. Selanjutnya, para faqih dari ummah terdahulu – yaitu sahabat-sahabat Nabi, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan para imam pendiri madzhab-madzhab besar – mempunyai keunggulan pengetahuan dalam setiap masalah yang berkaitan dengan kehidupan kaum muslimin. Faqih-faqih di zaman klasik tersebut benar-benar ensiklopedis, secara praktisnya menguasai semua disiplin kesusastraan dan hukum hingga astronomi dan obat-obatan. Mereka adalah tokoh-tokoh profesional yang mengetahui bahwa Islam tidak hanya merupakan teori hukum tetapi juga sebuah sistem pemikiran dan kehidupan yang dihayati oleh berjuta-juta manusia dalam praktek yang aktual.
2. Pertentangan antara Wahyu dan Akal
Mungkin sekali perkembangan yang paling tragis dalam sejarah intelektual ummah adalah saling terpisahnya wahyu dari akal. Pemisahan ini sama sekali tidak dapat kita terima, karena sangat bertentangan dengan keseluruhan spirit Islam.
3. Pemisahan antara Pemikiran dan Aksi
Di awal sejarah Islam, pemimpin adalah pemikir dan pemikir adalah pemimpin. Di kemudian hari, kesatupaduan antara pemikiran dan tindakan ini pecah. Saat keduanya terpisah, masing-masing mulai memburuk. Pemimpin –pemimpin politik dan manusia-manusia yang memiliki kekuatan mengalami krisis demi krisis tanpa memperoleh manfaat dari pemikiran, tanpa berkonsultasi kepada para cerdik pandai dan tidak memperoleh kearifan mereka. Akibatnya adalah kemandegan yang membuat warga-warga yang cerdik merasa asing dan semakin terisolasinya para pemimpin. Untuk mempertahankan posisi mereka, pemimpin-pemimpin politik melakukan kesalahan-kesalahan yang semakin banyak dan semakin besar.
4. Pemisahan antara Dunia dan Akhirat
B. Prinsip-prinsip Pokok Metodologi Islam
1. Keesaan Allah (Tauhidullah)
Meningkatkan pengenalan kepada Allah dan keimanan kepada-Nya Yang Tunggal merupakan tujuan akhir dari setiap ilmu pengetahuan.
2. Kesatuan Alam Semesta
a. Tata Kosmis
Alam semesta merupakan sebuah keutuhan yang integral karena merupakan karya Pencipta Tunggal, yang aturan dan desain-Nya telah memasuki setiap bagian alam semesta tersebut.
b. Penciptaan : Sebuah Tujuan-tujuan Ukhrawi
Seorang muslim sangat memahami bahwa penciptaan bersifat organis, yakni bahwa setiap bagiannya mempunyai tujuan tertentu, yang sangat berharga dan tidak ada yang bathil (sia-sia), sekalipun dia tidak atau belum mengetahuinya.
c. Taskhir (Penundukan) Alam Semesta untuk Manusia
Kepatuhan alam semesta kepada manusia tidak mengenal batas. Allah Ta’ala telah menghendakinya demikian. Kesalinghubungan kausal dan final diantara obyek-obyek alam semesta merupakan substansi dari kepatuhan ini.
3. Kesatuan Kebenaran dan Kesatuan Ilmu Pengetahuan
Dalam hubungannya dengan teori pengetahuan, posisi Islam dapat diterangkan dengan sebaik-baiknya sebagai kesatuan kebenaran. Kesatuan ini bersumber dari keesaan mutlaq Allah – Al-Haqq. Jika Allah memang Tuhan, seperti yang dinyatakan Islam, maka kebenaran tidaklah mungkin banyak jumlahnya. Allah-lah yang paling mengetahui kebenaran.
Semua pengetahuan Islam didasarkan pada tiga prinsip berikut :
Pertama, kesatuan kebenaran merumuskan bahwa wahyu tidak boleh membuat klaim yang bertentangan dengan realitas.
Kedua, kesatuan kebenaran yang merumuskan bahwa tidak ada kontradiksi antara nalar dan wahyu, merupakan prinsip yang bersifat mutlaq.
Ketiga, pola-pola yang dibuat oleh Allah bersifat tidak terhingga, sehingga penyelidikan / penelitian tentang hakikat alam semesta atau setiap bagiannya tidak akan pernah dapat berakhir atau dipecahkan.
4. Kesatuan Hidup
a. Amanah Allah
Kehendak Allah itu ada dua macam : Pertama, kehendak yang harus terealisasi. Kehendak ini termanifestasi dalam hukum-hukum alam. Kedua, kehendak yang hanya bisa direalisasikan dengan kemerdekaan (will). Kehendak ini termanifestasi dalam hukum-hukum moral.
Hukum-hukum moral ini bersamaan adanya (co-exist) dengan hukum-hukum alam. Hukum-hukum moral ini membutuhkan kehendak pribadi yang merdeka. Karena tidak memiliki kehendak yang seperti inilah, langit, bumi, dan gunung-gunung tidak sanggup menanggung amanah Allah. Hanya manusialah yang memikul amanah tersebut, karena hanya manusia-lah yang memiliki kemerdekaan moral.
Demikian pula malaikat tidak memiliki kemerdekaan moral.
b. Khilafah
Penanggungan amanah Allah oleh manusia membuat ia menjadi khalifah.
c. Kelengkapan Syariat Islam (Syumuliyatul Islam wa Kamaaluhu)
Syariat Islam bersifat lengkap, mengatur setiap relung kehidupan manusia.
5. Kesatuan Umat Manusia
QS Al-Hujurat (49) : 13 : “Wahai manusia! Allah telah menciptakan kalian semua dari satu pasangan, seorang lelaki dan seorang perempuan (Adam dan hawa); dan Kami telah menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Yang paling mulia diantara kalian dalam pandangan Allah ialah yang paling bertaqwa”.
RENCANA KERJA
A. Langkah-langkah yang Diperlukan untuk Mencapai Proses Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Langkah 1.
Penguasaan Disiplin Ilmu Modern : Penguraian Kategoris
Langkah 2.
Survei Disiplin Ilmu
Langkah 3.
Penguasaan Khazanah Islam : Sebuah Antologi
Langkah 4.
Penguasaan Khazanah Ilmiah Islam : Tahap Analisa
Langkah 5.
Penentuan Relevansi Islam yang Khas Terhadap Disiplin-disiplin Ilmu
Langkah 6.
Penilaian Kritis Terhadap Disiplin Ilmu Modern : Tingkat Perkembangannya di Masa Kini
Langkah 7.
Penilaian Kritis Terhadap Khazanah Islam : Tingkat Perkembangannya Dewasa Ini
Langkah 8.
Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Islam
Langkah 9.
Survei Permasalahan yang Dihadapi Umat Manusia
Langkah 10.
Analisa Kreatif dan Sintesa
Langkah 11.
Penuangan Kembali Disiplin Ilmu Modern kedalam Kerangka Islam : Buku-buku Daras Tingkat Universitas
Langkah 12.
Penyebarluasan Ilmu-ilmu yang Telah Diislamisasikan
B. Alat-alat Bantu Lain untuk Mempercepat Islamisasi Ilmu Pengetahuan
- Konferensi-konferensi dan Seminar-seminar
- Lokakarya-lokakarya untuk Pembinaan Staf
C. Aturan-aturan Implementasi Lebih Lanjut
- Perhatian atas kesejahteraan para ilmuwan (ulama) muslim.
- Kompetensi dalam proyek besar ini.
- Pembagian tugas dalam pekerjaan besar ini.
- Semua muslim bertanggung jawab atas pekerjaan ini.