Iman artinya "percaya" atau "yakin". Apakah Anda percaya bahwa api itu panas dan membakar? Karena Anda percaya dan yakin, Anda tidak akan berani meletakkan kedua tangan Anda diatas api yang menyala karena Anda takut dan yakin tangan Anda akan terbakar. Inilah iman.

Karena itu, para ulama membuat definisi: "Iman itu pembenaran oleh hati, pengakuan dengan lisan, dan implementasi dengan amal." Bukan hanya pengetahuan kognitif dan pengakuan dengan lisan saja.
Diantara rukun iman yg paling banyak disebut dalam Al-Qur'an adalah iman kepada Allah dan iman kepada Hari Akhir.

Iman kepada Allah artinya kita meyakini adanya Allah yang dengan keesaan-Nya dan segala sifat-sifat ketuhanan-Nya. Diantara sifat Allah adalah Maha Tahu, senantias mengawasi. Jika kita mengimani itu, mestinya kita sadar bahwa kita senantiasa diawasi, sehingga kita akan senantiasa menaati-Nya, meskipun tidak ada manusia yg melihat.

Iman yg benar kepada Hari Akhir bukan hanya percaya terhadap kehidupan sesudah kematian. Karena kalau sekadar percaya itu, bisa jadi kepercayaannnya salah, misalnya mempercayai bahwa semua manusia sesudah kematiannya akan masuk surga, tak peduli baik buruknya perbuatannya ketika di dunia.

Aspek yg terpenting dalam keimanan kepada Hari Akhir, setelah keimanan akan adanya kehidupan sesudah kematian, adalah pembalasan (al-jaza'). Sehingga orang yg beriman kepada Hari Akhir senantiasa sadar bahwa segala perbuatannya di dunia ini akan dibalas kelak dalam kehidupan sesudah kematian. Sehingga, ia tidak seenaknya berbuat di dunia ini.

Kembali kepada analogi "iman kepada panas dan membakarnya api", tidak heran Rasulullah saw menyatakan bahwa tidaklah beriman seseorang yang berbuat jahat dan keji (seperti mencuri dan berzina) ketika ia melakukan perbuatan jahat dan kejinya. Kalau seseorang beriman terhadap Hari Pembalasan, sama seperti imannya kepada api yang panas dan membakar, maka ia tidak akan berani berbuat dosa, utamanya dosa2 besar, sebagaimana ia tidak berani meletakkan tangannya diatas api.

NAIK TURUNNYA IMAN: Ahlus Sunnah wal Jama'ah meyakini bahwa iman itu naik dan turun. Naik dengan ketaatan, dan turun dengan kemaksiatan. Dengan kata lain, iman itu tidak biner, bukan ON dan OFF, atau 0 dan 1. Ia seperti sebuah gelombang yg berosilasi, kadang naik dan kadang turun.
Dengan keimanan yg seperti gelombang yg berosilasi, mari kita pastikan bahwa posisi terendah keimanan kita tetaplah positif, meskipun nilainya rendah. Salah satu maknanya, ketika keimanan kita turun, masih berada pada wilayah mubah. Jangan sampai masuk ke wilayah haram.