Ketika dakwah ini semakin meluas, maka spektrum barisan dakwah pun menjadi semakin luas dan beragam. Jika dengan jumlah kecil barangkali kita masih cenderung homogen, maka ketika sudah besar homogenitas itupun sulit dipertahankan. Mau homogen terus, ya tidak pernah besar, atau minimal tidak segera besar.
Dahulu, musik kita adalah nasyid-nasyid yang “kering (dari instrumentalia)” tapi “basah dengan ruh perjuangan Islam”. Namun ketika dakwah sudah semakin meluas, maka musik-musik kita pun semakin “ramai” dan semakin melenakan. Lirik-lirik lagunya pun tidak lagi hanya bertemakan perjuangan, tetapi juga mulai merambah tema-tema populer.
Sepanjang masalah hukum, musik-musik kita saat ini barangkali masih bisa diterima, karena memang belum melampaui batasan-batasan yang bersifat qath’iy. Kalaupun dikatakan melanggar batasan-batasan tertentu, maka batasan-batasan itupun bukan batasan yang disepakati oleh semua ulama alias khilafiyah.
Namun permasalahannya adalah “Kita mau menjadi siapa?” Seorang kader inti dakwah adalah mereka yang hendaknya memiliki kelebihan-kelebihan dan keistimewaan-keistimewaan dibandingkan orang banyak. Ia adalah orang yang suka bersikap wara’ (menjauhi hal-hal yang syubhat). Ia adalah orang yang senantiasa menjauhi hal-hal yang melenakan dan tidak mau bersikap santai, karena ia sangat prihatin dengan kondisi umat. Tetapi jika kita tidak mau menjadi kader inti dakwah, maka kita bisa saja mengambil berbagai keringanan dan kesenangan, sepanjang itu masih mubah.
Sebuah kaidah mengatakan: "Jika engkau dihadapkan pada berbagai perbedaan pendapat, bersikaplah wara', tasyaddud dan ihtiyath untuk dirimu sendiri, akan tetapi bersikaplah lapang dan taysir untuk orang banyak." Rasanya, ini adalah sebuah kaidah yang sangat tepat untuk kita terapkan.
Sebuah mutiara hikmah mengatakan: "Tidaklah engkau akan menjadi orang yang benar-benar bertaqwa (yang sempurna taqwanya) sampai engkau menjauhi (meninggalkan) hal-hal yang tidak apa-apa karena khawatir akan ada apa-apa didalamnya." Ini juga bagus untuk kita terapkan bagi pribadi-pribadi kita. Namun tentunya tidak berarti kita kemudian menjadi orang yang menjadikan agama ini sedemikian sulit melebihi batas. "Tidaklah Allah menjadikan atas kalian kesulitan dan kesempitan (haraj) dalam agama ini."