ImageBagaimana menanggapi hal-hal ghaib di sekitar kita ? Jawabannya begini. Alam ghaib itu benar adanya. Sebagai seorang mukmin kita harus beriman kepada yang ghaib (QS Al-Baqarah : 3). Bahkan, beriman kepada yang ghaib merupakan asas bagi keimanan itu sendiri. Ketika apa-apa yang harus kita imani tidak lagi ghaib, maka keimanan ketika itu tidak lagi ada artinya. Demikianlah orang-orang yang dijemput oleh Izrail saat sakaratul maut dan yang dihadapkan di depan Mahkamah Ilahi tidak lagi bermanfaat keimanannya, karena semua sudah jelas dan tidak ada lagi yang ghaib. Keimanan kepada yang ghaib merupakan ujian bagi manusia di dunia ini.

Yang ghaib itu banyak. Allah adalah yang paling ghaib dari semua yang ghaib. Surga, Neraka, catatan amal, Lauh Mahfuzh, Qalam, Mizan, alam kubur, ruh, para malaikat, dan jin adalah hal-hal yang ghaib.

Kita sama sekali tidak bisa mengetahui yang ghaib kecuali dari Al-Qur’an dan hadits Rasulullah yang shahih. Allah dan rasul-Nya pun tidak akan memberitahukan kepada kita sesuatu tentang yang ghaib kecuali sejauh yang kita perlukan untuk bisa beribadah dengan baik dan tidak lebih. Oleh karena itu kita tidak boleh begitu saja mempercayai berbagai informasi tentang alam ghaib dari sumber-sumber yang tidak jelas dan tidak bisa dipercaya. Dalam kenyataannya, kita bahkan sering mendapati berbagai informasi tentang hal-hal ghaib yang menyesatkan dan merusak aqidah dan fikrah kita. Betapa banyak pula praktek-praktek di masyarakat kita terkait dengan yang ghaib ternyata malah menjerumuskan kita kepada syirik dan bid’ah. Na’udzu billahi min dzalik.

*************

Diantara perkara ghaib yang kita tidak pernah tahu adalah akhir dari nasib kita. Mungkin ada orang yang bertanya: jika Allah sudah mengetahui akhir kita dimana, mengapa kita ada di dunia?

Penjelasannya begini. Allah tidak akan dan tidak perlu ditanya atas apa yang Dia kerjakan, tetapi manusialah yang akan Dia tanya atas segala yang diperbuatnya. Allah memang telah mengetahui segala hal dari awal sampai penghujungnya. Akan tetapi semua itu adalah rahasia Allah sendiri. Takdir kita akan di Surga atau di Neraka juga telah Allah ketahui. Namun kita sebagai manusia sama sekali tidak mengetahuinya. Oleh karena itu kita tidak bisa berbuat lain kecuali senantiasa berusaha seoptimal mungkin untuk berbuat baik agar kita bisa mendapatkan ridha-Nya, janji-janji-Nya, dan Surga-Nya. Lain tidak !!!

Urusan kita adalah berusaha (berikhtiar) sedangkan takdir itu urusan Allah. Kita tidak boleh dan tidak akan pernah bisa melampaui wilayah dan kewenangan kita sebagai manusia. Umar bin Al-Khaththab suatu saat pernah mengusulkan untuk membatalkan perjalanan ke suatu negeri yang sedang ditimpa wabah penyakit menular. Seorang sahabat yang lain berkata,”Bukankah yang demikian itu berarti kita lari dari takdir Allah?” Umar pun menjawab,”Kita lari dari takdir Allah kepada takdir Allah (yang lain)”. Jadi, apapun yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan selalu berada dalam bingkai takdir Allah.

Wallahu a’lam bish shawab.