Bagaimana sih Bersikap Hemat Itu?
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
[Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi penulis: https://abdurrosyid.wordpress.com/2008/04/03/bagaimana-sih-bersikap-hemat-itu/]
Gemi nastiti. Hemat pangkal kaya. Keduanya adalah pepatah yang menganjurkan kita untuk hidup hemat. Namun apa dan bagaimana hidup hemat itu? Apa bedanya hemat dengan pelit?
Cukup tipis memang perbedaan antara hemat dan pelit. Namun bagaimanapun, kita harus mampu membedakannya, karena keduanya adalah dua hal yang bertentangan. Hemat dianjurkan, sementara pelit justru dilarang.
Al-Qur’an sepertinya bisa membantu kita memaknai hemat dengan tepat. Dalam Al-Qur’an ada larangan untuk bersikap boros, dan pada saat yang sama ada larangan untuk bersikap pelit. Al-Qur’an memerintahkan kita untuk bersikap diantara keduanya, yakni antara boros dan pelit. Nah, agaknya sikap pertengahan antara boros dan pelit inilah definisi yang tepat untuk hemat.
Boros berarti membelanjakan sesuatu tidak pada tempatnya ataupun melebihi ukuran yang semestinya. Jika kita membelanjakan uang kita untuk sesuatu yang haram, meskipun sedikit, maka itu sudah dikatakan boros karena kita membelanjakan uang tidak pada tempatnya. Pembelanjaan yang pada tempatnya adalah pembelanjaan untuk sesuatu yang halal. Namun pembelanjaan untuk yang halal pun tidak selamanya bebas dari boros. Jika kita membelanjakan untuk yang halal tetapi melebihi ukuran yang semestinya maka itu juga boros. Contohnya kalau kita berbelanja pakaian –yang tentu saja halal – melebihi jumlah yang pantas maka itu adalah sikap boros.
Amalan Pemelihara Diri
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi penulis: https://abdurrosyid.wordpress.com/2009/04/20/amalan-pemelihara-diri/]
Apakah saya ingin bicara tentang amalan-amalan yang bisa memelihara diri dari gangguan makhluk halus atau sihir? That’s included here. Namun, yang lebih penting bagi saya adalah memelihara diri agar iman dan takwa tetap hidup dalam hati kita. Sebab, tidak ada hal yang lebih berharga bagi kehidupan seorang manusia kecuali iman dan takwanya. Nilai seorang manusia hanyalah ditentukan oleh dua hal tersebut. Semakin seseorang beriman dan bertakwa, iapun semakin bernilai. Sebaliknya, semakin rendah iman dan takwa seseorang, iapun semakin tidak bernilai.
“Innaa khalaqnal insaana fii ahsani taqwiim, tsumma radadnaahu asfala saafiliin (Sesungguhnya Kami – Allah – telah menciptakan manusia dalam penciptaan yang sebaik-baiknya, kemudian Kami mencampakkannya – yakni mereka yang durhaka – ke tempat yang serendah-rendahnya.”
“Inna akramakum ‘indallahi atqaakum (Yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa).”
Sekarang, apa yang bisa kita lakukan agar iman dan takwa kita senantiasa bersinar dalam hati kita?
Saya rasa, yang pertama adalah banyak-banyak memohon dan berdoa kepada Allah agar Ia senantiasa memberikan petunjuknya kepada kita. Salah satu doa yang sangat untuk dibaca adalah: “Rabbanaa laa tuzigh quluubana ba’da idz hadaitanaa, wa hablanaa min ladunka rahmah, innaka antal wahhab (Wahai Tuhan kami, janganlah Engkau sesatkan hati kami sesudah Engkau memberikan petunjuk kepada kami, dan berilah kami kasih sayang dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau adalah Yang Maha Pemberi).”
Agenda Rutin Seorang Muslim
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
[Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi penulis: https://abdurrosyid.wordpress.com/2008/07/18/agenda-rutin-seorang-muslim/]
Disiplin untuk melakukan sesuatu yang sifatnya rutin adalah sesuatu yang cukup sulit bagi kebanyakan orang. Apalagi jika sesuatu itu bukan sesuatu yang dipaksakan kepada kita. Berbeda halnya jika sesuatu itu bersifat memaksa kita, seperti masuk kerja setiap hari dan semacamnya. Akan lebih mudah tentunya.
Dalam bahasa agama, disiplin untuk melakukan sesuatu yang sifatnya rutin secara terus menerus disebut dengan istiqamah. Semua orang mengakui bahwa istiqamah itu tidak mudah. Namun, sebagai muslim yang baik, kita harus bisa mendisiplinkan diri kita sendiri, menjadi sosok yang bisa istiqamah. Kesanggupan untuk beristiqamah ini dari sisi yang lain merupakan ukuran kemampuan kita untuk mendidik dan mengatur diri kita, melawan tarikan hawa nafsu yang ada dalam diri kita (diantaranya adalah nafsu yang bernama malas).
Berikut ini beberapa hal yang semestinya dilakukan secara rutin dan terus-menerus oleh seorang muslim, apapun profesinya. Oh ya, saya tidak akan menuliskan disini hal-hal yang bersifat wajib seperti shalat lima waktu, masuk kerja, dan sebagainya. Kalau itu mah sudah jelas harus selalu kita lakukan.
Yang bersifat harian:
(1) Membaca Al-Qur’an. Tiada hari tanpa Al-Qur’an. Miliki satu waktu khusus untuk yang satu ini, yang tidak boleh Anda ganggu gugat. Pastikan pada waktu tersebut Anda hanya bersama Al-Qur’an. Kapan waktu yang tepat, terserah Anda. Biasanya waktu yang tepat adalah ba’da shubuh dan ba’da maghrib sampai isya’. Anda bisa memilih salah satunya, atau kedua-duanya. Agar Anda punya target, pastikan Anda membaca paling tidak satu juz setiap hari. Jika Anda disiplin dengan waktu khusus Anda, semuanya akan berjalan mudah. Antara maghrib dan isya’ saja cukup untuk satu juz.
Ingin Hidup Enak? Manfaatkan Waktu Luang!
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi penulis: https://abdurrosyid.wordpress.com/2008/04/02/ingin-hidup-enak-manfaatkan-waktu-luang/]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,”Ada dua nikmat yang sering disia-siakan: waktu luang dan kesehatan.” Pada kesempatan yang lain, beliau juga pernah berpesan,”Ambillah yang lima sebelum datang lima yang lainnya:…waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu.”
Dua penggal sabda Rasulullah diatas secara tegas memerintahkan kita untuk pandai memanfaatkan waktu luang. Setiap manusia memiliki waktu yang sama: 7 hari dalam satu pekan, 24 jam dalam sehari semalam. Kepandaian setiap orang dalam memanfaatkan jatah waktu yang sama itulah yang akan membedakannya dari orang lain.
Ada orang yang dengan 24 jam-nya mampu melakukan 100 kebaikan, sementara ada pula orang yang dengan 24-jamnya hanya mampu melakukan 10 kebaikan. Ada orang-orang yang dalam kesehariannya memiliki produktivitas sampai 100%, dan ada pula orang-orang yang dalam kesehariannya hanya mampu memiliki produktivitas tidak lebih dari 10%. Mengapa bisa demikian? Saya rasa, jawabannya adalah pemanfaatan waktu. Siapa yang paling pandai memanfaatkan waktunya, dialah yang akan memiliki produktivitas paling tinggi.
Nah, diantara kepiawaian memanfaatkan waktu adalah kepandaian dalam memanfaatkan waktu luang. Setiap kita pasti punya waktu luang. Waktu luang itu bisa jadi berupa waktu yang betul-betul luang: tidak ada agenda yang kita miliki ketika itu. Bisa jadi pula waktu luang itu adalah alokasi waktu yang terlalu banyak untuk suatu hal seperti tidur dan bersantai-santai.
Ramadhan, Saatnya Me-reset Jam Tubuh
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
[Artikel ini pertama kali diterbitkan di blog pribadi penulis: https://abdurrosyid.wordpress.com/2009/09/03/ramadhan-saatnya-me-reset-jam-tubuh/]
Ramadhan adalah syahrut tarbiyah ‘bulan pembinaan’. So, kita harus betul-betul memanfaatkan bulan ini untuk membina diri kita. Salah satunya adalah menciptakan ritme hidup yang islami. Lho, apaan tuh?
Kita semua pasti punya kebiasaan. Kapan kita berangkat tidur, bangun tidur, makan, sholat wajib, sholat sunnah, baca Al-Qur’an, bekerja, dan sebagainya. Tentu saja kita menginginkan aktivitas keseharian kita bisa berjalan dengan teratur. Nah, kaitannya dengan ini, sesungguhnya pola kebiasaan kita sehari-hari, kita sadari ataupun tidak, pasti membentuk pola tertentu yang disebut sebagai ‘jam tubuh’.
Jika kita biasa berangkat tidur jam 10 malam, maka setiap jam 10 malam bisa dipastikan tubuh kita pasti merasakan ngantuk, minta ditidurkan. Jika kita biasa bangun tidur jam 6 pagi (telat subuh bro), maka pasti akan sulit untuk bangun lebih awal. Sebaliknya jika kita biasa bangun tidur jam 03.30 pagi, tanpa beker dan alarm hape pun kemungkinan besar kita akan selalu terbangun pada jam tersebut (dan tidak telat sholat subuh).
Demikian pula dengan pola makan. Jika kita terbiasa sarapan jam 6 pagi, maka setiap jam 6 pagi kita pasti sudah merasa lapar. Kalau kita biasanya baru sarapan jam 9 pagi, kemungkinan besar setiap jam 6 pagi kita belum merasa lapar. Dan baru lapar kalau jam menunjukkan pukul 9 pagi.
Nah, begitulah kira-kira gambaran mengenai jam tubuh.
Ramadhan selalu saya dapati sebagai waktu terbaik untuk me-reset jam tubuh kita. Dengan waktu pembiasaan selama sebulan penuh, insyaallah kita bisa mengubah jam tubuh kita menjadi lebih islami (atau kalau mau istilah lain: lebih rabbani). Bagaimana itu?
Halaman 11 dari 69