Menundukkan Pandangan
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Yang dimaksud dengan menundukkan (sebagian) pandangan (al-ghadhdh min al-abshar) disini adalah menahan (kaff) pandangan mata dari hal-hal yang haram dilihat (Tanwir al-Miqbaas fi Tafsir Ibn ‘Abbas). Perintah menundukkan pandangan ditujukan kepada mukmin dan mukminah dalam Al-Qur’an surat Al-Nur 30 – 31. Dr. Yusuf Al-Qaradhawiy menjelaskan bahwa digunakannya kata min (li tab’idh) pada ayat diatas adalah karena memang tidak semua pandangan harus ditahan. Hanya pandangan mata terhadap yang haram dilihat saja yang harus ditahan (Fatwa-fatwa Kontemporer oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawiy).
Sebagai awalan, ada beberapa hal yang sudah disepakati dalam masalah pandangan mata (al-nazhr).
Salam kepada Lawan Jenis
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Pada dasarnya (jadi menurut hukum asal yang berlaku umum), saling mengucapkan salam adalah perintah agama, dalam rangka saling mendoakan dan memupuk rasa saling mencintai diantara sesama muslim. Dalam sebuah hadits shahih, Nabi bersabda,”Tebarkan salam”.
Mengucapkan salam hukumnya sunnah, sedangkan menjawabnya adalah wajib kifayah. Apabila yang diberi salam adalah seorang diri maka dia wajib menjawabnya. Apabila yang diberi salam adalah sekelompok orang maka kewajiban menjawab sudah gugur jika salah satu telah menjawabnya. Namun, akan lebih baik apabila semua orang menjawabnya. Apabila ada sekelompok orang yang terdiri dari muslim dan non muslim maka kita diperbolehkan mengucapkan salam dengan niat ditujukan kepada yang muslim.
Membahas Dalil-dalil Hukum
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Dalil-dalil hukum (adillat al-ahkam) sering pula disebut dengan sumber-sumber hukum (mashadir al-ahkam). Sepanjang yang dimaksud adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah maka kedua istilah tersebut absah. Namun jika yang dimaksud adalah hal-hal yang kemudian dipahami oleh ushuliyyun sebagai dalil-dalil hukum, yang jenisnya amat banyak, maka istilah adillat al-ahkam merupakan istilah yang lebih tepat. Alasannya, banyak hal memang bisa berfungsi sebagai dalil (penunjuk) hukum, tidak terbatas pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah saja – meskipun asalnya juga dari keduanya. Lain halnya dengan istilah mashadir al-ahkam. Istilah mashadir (sumber) hanya tepat jika dipakai untuk Al-Qur’an dan Al-Sunnah, karena hanya kedua hal itulah yang menjadi sumber dalam syariat.
Para ulama ushul berbeda pendapat dalam masalah dalil-dalil hukum. Mereka berselisih tentang apa sajakah yang absah untuk dijadikan sebagai dalil hukum. Kalau diamati dengan teliti, akan tampak bahwa sebagian besar perbedaan pendapat ini disebabkan oleh perbedaan definisi terminologis, dan bukan disebabkan oleh perbedaan esensi. Namun perbedaan definisi terminologis bukanlah satu-satunya penyebab perbedaan pendapat ini, karena ada hal-hal lainnya yang juga turut berperan bagi timbulnya perbedaan pendapat ini.
Perbedaan dan Sikap Wasath
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh menuju kepada-Ku pasti akan Kutunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami (subulana)”. (QS Al-Ankabut: 69)
Ayat diatas menyiratkan bahwa jalan-jalan menuju perkenan Ilahi tidaklah satu saja, melainkan lebih dari satu (banyak) sebagaimana dinyatakan oleh Allah dengan penggunaan bentuk jamak subulana (dan bukan sabilana).
Permasalahan yang kemudian muncul adalah apakah yang dimaksud dengan sabil. Jawaban terhadap pertanyaan ini nantinya akan mempengaruhi definisi (batasan) kata sabil sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat diatas.
Lintasan Hati Dua Anak Manusia
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Sebuah pepatah Arab mengatakan “Dimulai dari pandangan, lalu salam, lalu obrolan, lalu janji, dan akhirnya “pertemuan” (Al-nadhr tsumma al-salam tsumma al-kalam tsumma al-mau’id tsumma al-liqa’)”. Pepatah Melayu mengatakan “Dari mata turun ke hati”. Kesemua ungkapan tersebut menunjukkan alangkah dahsyatnya dampak sebuah pandangan. Karena itu Nabi bersabda, “Pandangan merupakan panah beracun yang dilontarkan oleh Iblis”.
Adalah suatu hal yang alamiah (fitri) bahwa ketika seorang pemuda memandang seorang gadis (atau sebaliknya) maka akan terlintas dalam benaknya (yang selalu ingin tahu) suatu perasaan X (yang disebut secara berbeda-beda dalam berbagai bahasa, namun substansinya sama). Perasaan ini sifatnya spontan (beyound consciousness) dan tak terhindarkan.
Halaman 65 dari 69