Perbedaan Pendapat Seputar Sholat Jamak
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Hukum sholat jamak
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (jumhur) :
boleh menjamak sholat zhuhur dan ashar meskipun bukan di Arafah, dan boleh menjamak sholat maghrib dan ‘isya meskipun bukan di Muzdalifah.
Pendapat II (Hanafiyah) :
jamak sholat zhuhur dan maghrib hanya boleh dilakukan di Arafah, dan jamak sholat maghrib dan ‘isya hanya boleh dilakukan di Muzdalifah.
Sebab perbedaan pendapat :
Perbedaan dalam memahami hadits-hadits dalam masalah ini.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Sholat jamak tidak hanya terbatas di Arafah dan Muzdalifah saja. Namun, yang sudah benar-benar disepakati hanyalah sholat jamak di kedua tempat tersebut, berdasarkan perbuatan Rasulullah.
Perbedaan Pendapat Seputar Sholat Berjamaah
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Apakah sholat berjama’ah wajib bagi yang mendengar adzan ?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (jumhur) : sunnah muakkadah bagi setiap orang, fardhu kifayah bagi masyarakat.
Pendapat II (zhahiriyah) : fardhu kifayah bagi setiap laki-laki mukallaf.
Sebab perbedaan pendapat :
Pertentangan antar hadits.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Sholat berjama’ah adalah sunnah muakkadah. Adapun bagi wanita, maka yang lebih baik adalah sholat dirumahnya. Akan tetapi wanita juga boleh mendatangi sholat berjama’ah di masjid jika bisa menghindari adanya fitnah. Dan sholat di masjid kecil (musholla) adalah lebih baik bagi wanita daripada sholat di masjid besar.
Perbedaan Pendapat Seputar Mengqadha' Sholat
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Siapa saja yang wajib mengqadha’ sholat ?
Para ulama telah sepakat bahwa qadha’ wajib bagi orang yang lupa dan orang yang ketiduran.
Bagaimana dengan orang yang secara sengaja meninggalkan sholat sehingga lewat waktunya?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (jumhur) :
dia berdosa dan wajib mengqadha’ sholatnya.
Pendapat II (Ibnu Hazm) :
dia berdosa tetapi tidak usah mengqadha’ sholatnya.
Wanita Melakukan Perjalanan Jauh?
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Dalam sejumlah hadits disebutkan bahwa seorang wanita dilarang melakukan perjalanan keluar rumah kecuali dengan ditemani suami atau mahramnya. Satu hal yang perlu diketahui adalah bahwasanya Nabi juga pernah menyatakan bahwa pada suatu saat, ketika Islam sedang jaya, seorang wanita bahkan dengan rasa aman bisa melakukan perjalanan menuju kota Shan’a – yang saat itu dikenal tidak aman – secara sendirian.
Apabila kita mengkompromikan dua hadits tersebut maka kita menemukan bahwa esensi diperbolehkannya seorang wanita keluar rumah sendirian adalah aman. Apabila aman (sekali lagi, dengan dugaan kuat atau bahkan yakin), maka perjalanan sendirian tersebut diperbolehkan. Namun apabila tidak aman, maka tidak boleh, kecuali dengan ditemani suami atau mahramnya, dengan harapan terjaga keamanannya. Mengapa mahram? Jawabnya adalah agar tidak terjadi khalwah. Apabila yang menemani bukanlah mahramnya (dan bukan pula suaminya), namun tidak terjadi khalwah sebagaimana yang dijelaskan pada bagian Khalwah diatas, maka – penulis berharap, la’alla – hal itu diperbolehkan.
Perbedaan Pendapat Seputar Wudhu
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Ayat Wudhu (QS Al-Maidah : 6) :
“Yaa ayyuhalladzina aamanuu idza qumtum ilash sholati faghsiluu wujuuhakum wa aidiyakum ilal marafiq wamsahuu biru-usikum wa arjulakum ilal ka’bain”
Apakah niat merupakan syarat wudhu?
Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud ) : ya
Pendapat II (Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri) : tidak
Sebab perbedaan pendapat :
Para fuqaha sepakat bahwa ibadah mahdhah (ibadah yang tidak bisa dilogika) mempersyaratkan adanya niat, namun tidak untuk ibadah ghairu mahdhah (ibadah yang bisa dilogika). Dalam hal ini, para fuqaha berbeda pendapat tentang wudhu itu ibadah mahdhah ataukah ghairu mahdhah, sebab wudhu itu agak samar sifatnya antara ritual dan tindakan higienis / sanitatif.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Niat adalah wajib dalam wudhu sebagaimana ia wajib dalam setiap amalan, sesuai dengan hadits Nabi : Innamal a’maalu bin niyyaat …
Halaman 63 dari 69