Masa kenabian dan Khilafah Rasyidah merupakan tata masyarakat paling ideal, dan karenanya menjadi patron/model. Namun dari sisi peradaban, terus terjadi inklinasi pasca Khilafah Rasyidah, hingga puncaknya pada Golden Era di masa Bani Abbasiyah, dengan ikon Baghdad dan Andalusia.
Peradaban Islam di masa awal dihadapkan pada persaingan dengan peradaban Romawi dan Persia. Meski Islam lahir di sebuah jazirah yang tandus dan tidak menarik, namun lambat laun Islam justru menggeser hegemoni dua imperium besar tersebut. Secara perlahan namun pasti, Islam berhasil melakukan futuhat sampai ke batas barat Afrika Utara (Maroko), dan kemudian bergerak ke Utara sampai ke Spanyol. Dari arah Laut Mediterania, futuhat diraih sampai ke kawasan Balkan. Ke arah asia kecil, futuhat diraih sampai ke Samarkand. Dan ke arah timur, futuhat diraih sampai ke bagian barat India. Ini adalah sebuah pencapaian prestisius, yang menjadikan Islam ketika itu sebagai peradaban terbesar di dunia.
Peradaban Islam juga telah dicatat oleh sejarah sebagai pelopor kebangkitan ilmu pengetahuan. Ketika Islam mencapai masa keemasan peradabannya, termasuk di sektor ilmu pengetahuan, orang Eropa masih berada dalam kegelapan. Mereka masih hidup dalam kebodohan dan keterbelakangan. Namun orang-orang Eropa akhirnya belajar ke Dunia Islam, dan Islam pun dengan murah hati mau mengajarkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada orang-orang Eropa tersebut. Orang-orang Eropa yang belajar kepada Islam inilah yang kemudian menjadi para perintis dan pelopor munculnya Renaissance dan kemudian Revolusi Industri di Eropa.
Peradaban besar Islam sayangnya membuat umat Islam terlalu mementingkan prestasi-prestasi yang bersifat materialis-hedonis, dan melalaikan semangat jihad. Bahkan disisi lain mulai banyak bermunculan bentuk-bentuk sufisme yang mendorong ketidakpedulian pada jihad. Inilah yang di masa paling awal pernah dikhawatirkan oleh Nabi saw. Ketika para sahabat pada masa-masa damai sudah mulai melupakan jihad, hendak menjual pedang dan tombak mereka untuk diganti dengan peralatan bertani, Nabi saw memperingatkan mereka dengan ayat Allah: “Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian sendiri kedalam kebinasaan.”
Dan akhirnya terjadilah peristiwa besar yang tercatat dengan tinta hitam sejarah. Peradaban Cina merampas hegemoni peradaban Islam, yang ditandai dengan keberhasilan serangan Mongol ke Baghdad, ikon peradaban Islam ketika itu. Ini adalah bencana besar pertama bagi peradaban umat Islam.
Di sisi yang lain, di benua biru Eropa yang dingin, ada kebangkitan sentimen keagamaan. Para pendeta Kristen mengobarkan “Perang Suci” terhadap umat Islam. Para pendeta itu menjanjikan “Surga” untuk mereka yang berhasil merebut Jerusalem dimana Yesus (Isa) dilahirkan. Maka terjadilah Perang Salib, yang puncaknya adalah jatuhnya Palestina ke tangan Kristen Eropa. Inilah bencana besar kedua bagi peradaban umat Islam.
Namun alhamdulillah, Islam masih memiliki seorang pejuang bernama Shalahudin Al-Ayubi dan para prajurit yang berperang bersamanya. Akhirnya terjadilah pembebasan kembali Palestina, dipimpin oleh Shalahudin Al-Ayubi.
Namun musuh-musuh Islam, khususnya orang-orang Yahudi, tidak pernah senang melihat peradaban Islam berjaya. Maka mereka pun merancang usaha untuk meruntuhkan peradaban Islam. Dan akhirnya usaha mereka berhasil, ketika mereka berhasil menjatuhkan dan meruntuhkan Khilafah Islamiyah yang berpusat di Turki. Ini adalah bencana besar ketiga bagi peradaban umat Islam.
Tidak berhenti sampai disini, peradaban Islam terus mengalami kemerosotan dan bencana. Setelah Khilafah Islamiyah telah tiada, dunia Islam harus jatuh kedalam Imperialisme Barat. Para imperialis Eropa dengan sewenang-wenang membagi-bagi dunia Islam kedalam berbagai nation-state yang belum pernah ada sebelumnya. Dan pada saat yang sama dunia Islam harus merelakan jatuhnya Palestina ke tangan Zionis Israel. Ini adalah bencana besar keempat bagi peradaban umat Islam.
Setelah satu demi satu negeri-negeri muslim berhasil memerdekakan diri dari imperialisme, bukan berarti negeri-negeri muslim tersebut kembali benar-benar merdeka. Dengan liciknya para imperialis telah berhasil menanamkan pemimpin-pemimpin boneka di hampir seluruh negeri-negeri muslim, dan imperialisme tetap berlangsung tetapi dengan bentuk yang baru: neo-imperialisme. Tidak ada pendudukan dan penjajahan kasat mata, tetapi penjarahan dan eksploitasi terhadap sumber daya alam negeri-negeri muslim berlangsung dengan sangat memilukan. Para neo-imperialis itu juga menjadikan negeri-negeri muslim benar-benar bergantung dan “takluk” di bawah kaki dan ketiak mereka. Inilah bencana besar kelima bagi peradaban umat Islam.
Umat Islam pun semakin tertinggal. Dunia Islam pun diberi atribut “negara dunia ketiga” dan “negara berkembang.” Secara internal, umat Islam pun semakin merasa inferior. Umat Islam terjangkiti sindrom inferiority complex.
Sesudah runtuhnya Uni Soviet, Islam disebut-sebut sebagai musuh terbesar yang paling ditakuti oleh Barat. Untuk itulah, Barat melakukan segala macam upaya untuk menghambat kebangkitan Islam. Salah satu cara licik yang mereka lakukan adalah dengan men-stigmatisasi dan mempropagandakan Islam sebagai fundamentalis dan teroris. Puncak dari usaha licik ini adalah peristiwa pengeboman menara kembar WTC di Amerika Serikat, yang membuat Islam semakin terpojok dan menjadi “pesakitan”.
Usaha lain yang dilakukan oleh Barat untuk semakin mencekik dunia Islam adalah dengan melancarkan program “globalisasi”. Program ini seolah dipaksakan dengan tujuan untuk memanfaatkan dunia Islam yang sedang berada dalam keadaan lemah.
Namun sebagian umat Islam sadar bahwa Islam harus mulai bangkit. Mereka menyadari potensi besar yang sebetulnya ada dalam umat ini. Ajaran Islam yang sempurna, sumber daya alam yang melimpah, populasi yang besar. Maka digaungkanlah gerakan kebangkitan Islam (ash-shahwah al-islamiyah).
Sementara di sisi lain, Amerika yang selama ini menjadi mercusuar peradaban Barat mulai tenggelam. Mercusuar berpindah ke Eropa, yang bersatu dalam wadah Uni Eropa, dengan satu mata uang yang bernama Euro. Namun pada saat yang sama, kekuatan Asia juga mulai menunjukkan taringnya. Negara-negara Asia seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina mulai muncul sebagai kekuatan ekonomi baru. Peta peradaban mulai berubah, tetapi belum terlalu banyak, karena secara umum Barat masih cukup kuat.
Dunia Islam semestinya mau belajar dari orang lain. Bila Eropa mampunbersatu, mengapa dunia Islam tidak? Jika negara-negara Asia yang notabena non muslim seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina mampu bangkit dan menunjukkan taringnya, mengapa dunia Islam tidak? Inilah PR umat ini, yang harus dikerjakan secara bersama-sama, sebagai sebuah agenda bersama: kebangkitan Islam.