Telah disepakati bahwa puasa haram dilakukan pada dua hari raya: Idul Fitri dan Idul Adha. Juga setahun penuh jika itu mencakup berpuasa pada dua hari raya. Selain pada dua hari raya ini, para ulama berbeda pendapat mengenai haramnya berpuasa.

Perbedaan pendapat mengenai haramnya berpuasa pada hari-hari tasyriq (tiga hari setelah hari raya Idul Adha)

Pendapat pertama: haram

Pendapat kedua: makruh, kecuali bagi yang sedang melakukan haji secara tamattu' maka hukumnya boleh (Malik)

Pendapat ketiga: boleh

Sebab perbedaan pendapat: perbedaan dalam memahami hadits: "Sesungguhnya hari-hari tasriq adalah hari-hari makan dan minum."

Dalil pendapat pertama: Hadits ini menunjukkan wajibnya makan dan minum. Dengan demikian berpuasa (meninggalkan makan dan minum) adalah haram.

Dalil pendapat kedua: Hadits ini menunjukkan sunnahnya makan dan minum. Dengan demikian berpuasa (meninggalkan makan dan minum) adalah makruh.

Dalil pendapat ketiga: Hadits Abu Said Al-Khudri, Rasulullah saw bersabda, "Tidak sah berpuasa pada dua hari raya: Idul Fitri dan Yaumun Nahr (yakni Idul Adha)." Artinya, berpuasa pada selain dua hari ini adalah sah.

Pendapat Sayyid Sabiq: Berpuasa pada hari-hari tasyriq adalah haram, hanya saja beberapa sahabat Imam Al-Syafi'i membolehkan dengan syarat ada sebabnya seperti karena nadzar, kafarah, atau qadha'.

 

Perbedaan pendapat mengenai larangan berpuasa pada hari Jumat

Pendapat pertama: boleh secara mutlak (Malik)

Pendapat kedua: makruh

Pendapat ketiga: boleh asalkan berpuasa juga sebelum dan atau sesudahnya

Sebab perbedaan pendapat: pertentangan antar hadits

Dalil pendapat pertama: hadits Ibnu Mas'ud, "Bahwasanya Nabi saw berpuasa tiga hari setiap bulan, dan saya tidak melihat beliau berbuka pada hari Jumat."

Dalil pendapat kedua: hadits Jabir ketika ditanya apakah Rasulullah saw melarang untuk ifraad berpuasa pada hari Jumat (maksudnya hanya berpuasa di hari Jumat saja). Beliau menjawab, "Ya, demi Tuhan Baitullah."

Dalil pendapat ketiga: hadits Abu Hurairah, "Janganlah salah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jumat kecuali jika kalian berpuasa sebelumnya atau sesudahnya." Juga hadits Juwairiyah bint Al-Harits bahwasanya Rasulullah saw menemuinya pada hari Jumat sedaangkan Juwairiyah dalam keadaan berpuasa. Rasulullah bertanya, "Apakah kamu kemarin berpuasa?" Juwairiyah menjawab, "Tidak." Rasulullah berkata, "Apakah kamu ingin berpuasa besok?" Juwairiyah menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah saw bersabda, "Kalau begitu, berbukalah (sekarang)."

Pendapat Sayyid Sabiq: makruh, kecuali jika sebelum atau sesudahnya juga berpuasa, atau sudah menjadi kebiasaannya (misalnya kebiasaan berpuasa pada ayyamul bidh setiap bulannya), atau bersesuaian dengan Hari Arafah atau Hari Asyura' (dan semacamnya).

 

Perbedaan pendapat mengenai larangan berpuasa pada hari Sabtu

Pendapat pertama: boleh secara mutlak (Malik)

Pendapat kedua: makruh jika infiraad, yakni hanya hari Sabtu saja (Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah, yang berarti Jumhur)

Perbedaan pendapat: perbedaan mengenai kehujjahan hadits Nabi saw: "Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu kecuali apa yang diwajibkan atas kalian (yakni jika hari Sabtu itu bagian dari bulan Ramadhan)." Hadits ini shahih menurut syarat Muslim dan dihasankan oleh Al-Tirmidzi. Bagi yang mengakui kehujjahan hadits ini maka mereka memakruhkan karena hari Sabtu adalah hari yang dimuliakan oleh orang-orang Yahudi sehingga Rasulullah menganjurkan untuk menyelisihi mereka.

Adapun mereka yang membolehkan secara mutlak berhujjah bahwa hadits diatas mansukh oleh hadits Juwairiyah bint Al-Harits bahwasanya Rasulullah saw menemuinya pada hari Jumat sedaangkan Juwairiyah dalam keadaan berpuasa. Rasulullah bertanya, "Apakah kamu kemarin berpuasa?" Juwairiyah menjawab, "Tidak." Rasulullah berkata, "Apakah kamu ingin berpuasa besok?" Juwairiyah menjawab, "Tidak." Maka Rasulullah saw bersabda, "Kalau begitu, berbukalah (sekarang)." Hadits ini menunjukkan bahwa berpuasa pada hari Sabtu adalah boleh.

 

Perbedaan pendapat mengenai larangan berpuasa pada yaum al-syakk

Adapun mengenai puasa pada hari yang diragukan apakah sudah masuk Ramadhan ataukah belum (dinamakan sebagai yaum al-syakk), jumhur fuqaha' berpendapat bahwa haram hukumnya berpuasa pada hari tersebut dengan niat berpuasa Ramadhan. Namun para fuqaha' berbeda pendapat mengenai berpuasa sunnah pada hari tersebut:

Pendapat pertama: makruh

Dalilnya adalah hadits Nabi saw: "Barangsiapa berpuasa pada yaum al-syakk pada dia telah durhaka kepada Abul Qaasim (yakni Rasulullah saw)."

Pendapat kedua: boleh

Dalilnya adalah hadits Nabi saw yang menyatakan bahwa beliau berpuasa penuh selama bulan Sya'ban.