Marilah kita merenungkan perbedaan antara takut mati dan takut dengan siksa pada kehidupan sesudah kematian. Istilah takut mati sering merujuk pada hadits Rasulullah saw mengenai penyakit wahn, yaitu "hubbud dunya wa karahiyatul maut, cinta dunia dan takut mati". Dari redaksi haditsnya, sebetulnya lebih pas jika diterjemahkan menjadi "cinta dunia dan benci kematian." Benci kematian disini berkesinambungan dengan cinta dunia, yakni membenci kematian karena khawatir dan tidak mau kematian memisahkannya dari kenikmatan dunia. Inilah makna dari penyakit wahn yang dinyatakan oleh Rasulullah dalam hadits tersebut.
Adapun takut dengan siksa (adzab) Allah pada kehidupan sesudah kematian adalah rasa takut yang terpuji. Justru ini adalah bagian dari keimanan kepada Hari Akhir. Beriman kepada Hari Akhir artinya beriman bahwa ada kehidupan sesudah kematian dimana setiap manusia dan jin akan mendapatkan pembalasan, yakni kenikmatan (surga) bagi yang berbuat baik selama di dunia dan adzab (neraka) bagi yang berbuat buruk selama di dunia. Jadi iman kepada Hari Akhir menimbulkan dua perasaan sekaligus pada hati seorang mukmin: harap dan takut. Yakni berharap mendapatkan kenikmatan (surga) di akhirat dan takut pada siksa (neraka) di akhirat. Dengan demikian, seorang mukmin pasti memiliki rasa takut dengan siksa Allah, utamanya siksa di akhirat. Dan justru inilah yang mendorong seorang mukmin untuk berbuat baik dan tidak berbuat buruk selama di dunia.
Lalu mengapa seorang mukmin perlu takut dengan siksa Allah? Tentu saja, karena siksa Allah adalah wujud dari kemarahan Allah kepadanya. Lalu mengapa seseorang yang sudah beriman kok masih takut dengan siksa Allah? Saudaraku, seorang mukmin hendaknya tidak pernah merasa aman dari siksa Allah. Kita hidup di dunia barangkali tidak terbebas sama sekali dari kesalahan dan dosa, meskipun kita sudah berusaha. Karena itulah kita senantiasa beristighfar dan bertaubat kepada Allah. Tetapi kita juga antara harap dan cemas dengan istighfar dan taubat kita. Kita berhusnuzhan dengan luasnya rahmat Allah sehingga Dia akan mengampuni kesalahan dan dosa kita. Namun pada saat yang sama kita juga cemas jika Allah belum menerima istighfar dan taubat kita. Meskipun kita sadar bahwa luasnya rahmat Allah meliputi segala sesuatu.
Adapun takut mati yang tercela adalah takut mati dalam pengertian membenci kematian sebagaimana dijelaskan diatas. Termasuk juga takut mati yang tercela adalah meninggalkan kewajiban berjihad (ketika datang) karena takut dengan kematian. Ini sebetulnya dekat dengan benci kematian, dimana seseorang yang tidak mau berangkat berjihad khawatir akan mendapati kematian yang akan memisahkannya dari kenikmatan dunia.
Jadi, mari kita bedakan antara takut mati dalam pengertian benci kematian dan takut dengan siksa Allah dalam kehidupan sesudah kematian.