Cetak

Urgensi : Dengan mempelajari dinamika pergerakan dakwah dari masa ke masa, kita berharap akan bisa melakukan analisis terhadap berbagai aspek dakwah : metode dan strategi dakwah yang efektif, faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya dakwah, dsb. Ini semua kemudian kita jadikan sebagai bekal tajribiyyat dalam menata strategi dakwah yang tepat. Hal ini amat memungkinkan karena sejarah manusia itu memiliki sunnatullah yang tidak akan pernah berubah kapanpun juga.

Kronologi pergerakan dakwah Islam :

ImagePergerakan Dakwah Nabi

Nabi melakukan pergerakan dakwah sirriyah di awal kenabian. Setelah turunnya surat Al-Muddatstsir, beliau men-jahr-kan dakwah. Dua model dakwah ini beliau lakukan di Makkah dalam kerangka konsolidasi kader-kader dakwah. Dalam kerangka inilah, Nabi memilih untuk menahan diri dari segala bentuk konfrontasi.

Setelah Nabi hijrah ke Madinah dan berhasil membangun kekuatan dakwah, Nabi tetap melanjutkan dakwah jahriyyah, hanya saja kali ini bersifat difa’iy sekaligus futuhiy.

Dari keseluruhan perjalanan dakwah Nabi, kita bisa melihat bahwa kemaslahatan dakwah dalam jangka panjang merupakan pertimbangan utama. Secara spesifik, prinsip ini bisa kita amati dengan jelas pada perjanjian Hudaibiyyah.

Pergerakan Dakwah Sepeninggal Nabi

Usaha-usaha  perluasan wilayah dakwah sudah dirintis semenjak masa Nabi. Usaha ini kemudian dilanjutkan oleh khulafa’ rasyidun. Umat Islam menyebut usaha perluasan wilayah dakwah ini sebagai al-fath (al-futuh) yang berarti pembebasan, karena Islam memang berusaha membebaskan manusia dari segala belenggu kecuali belenggu penghambaan kepada Yang Maha Tinggi. Pada masa Umar, wilayah Islam sudah cukup luas. Seiring dengan meluasnya wilayah Islam, para sahabat Nabi pun menyebar ke berbagai tempat. 

Futuh imperium Romawi dan Persi merupakan gerbang bagi akulturasi budaya yang hebat di dunia Islam saat itu.

Kondisi politik di masa Abu Bakr dan Umar cukup stabil. Gejolak politik mulai muncul semenjak kekhalifahan Utsman ibn Affan. Pertikaian politik diantara umat Islam ini pada kemudian hari ternyata menjelma menjadi perselisihan teologis yang cukup tajam.

Dinasti Umawiyah sangat berjasa besar dalam usaha perluasan wilayah Islam. Sufisme mulai berkembang pesat pada era ini sebagai respons terhadap kehidupan beragama yang kering ruhani.

Kelaliman penguasa-penguasa Bani Umayyah akhirnya mengharuskan revolusi, sehingga Bani Abbasiyah memegang tampuk kekuasaan. Masa ini ditandai dengan sistematisasi ilmu-ilmu secara pesat.

Sesudah kekhalifahan Bani Abbasiyah, kepemimpinan dunia Islam pun berganti-ganti. Serangan Mongol terhadap Islam merupakan pelajaran yang amat berharga bagi umat Islam.

Penghujung masa khilafah ditandai dengan format pemerintahan yang terbagi-bagi atas banyak kesultanan dengan intensitas otonomi yang sangat kuat, meskipun masih tetap dibawah satu imamah.

Keruntuhan khilafah Utsmaniyah di Turki merupakan transisi dari sistem khilafah ‘alamiyah menjadi sistem nation-state.

Sistem nation-state ini merupakan gerbang bagi imperialisme Barat di dunia Islam. Keterjajahan ini telah membuat umat Islam menjadi loyo dan kehilangan taringnya, sampai kemudian muncullah berbagai bentuk pergerakan pembaruan di dunia Islam. Kita mencatat nama-nama seperti Al-Afghani, Abduh, Rasyid Ridha, dsb, yang banyak mengilhami dunia pergerakan Islam sesudahnya.

Isu pergerakan Islam babak baru diawali dengan konsep internasionalisme Islam (atau konsep khilafah Islamiyah). Berbagai pergerakan Islam internasional pun bermunculan, dengan metode dan strategi dakwah yang berbeda-beda.

Secara umum pergerakan pemikiran Islam kontemporer bisa dipetakan sebagai berikut : Pertama, pergerakan berbasis konsep internasionalisme Islam (penegakan khilafah Islamiyah). Kedua, pergerakan pemikiran yang berwatak liberal. Ketiga, pergerakan Islam yang bercorak sufistik.

Pergerakan jenis pertama banyak terlahir di timur tengah dengan berbagai variasinya, yang kemudian menyebar ke penjuru dunia Islam. Pergerakan jenis kedua banyak dikembangkan oleh orang-orang Islam “Barat” dengan berfundamen pada pola berpikir filsafati. Sementara jenis ketiga merupakan warisan lama yang tetap berkembang hingga kini. Di Barat, pergerakan jenis ketiga ini memainkan peran yang cukup signifikan dalam usaha dakwah Islam, meskipun bersifat parsial. Kekeringan ruhani orang-orang Barat telah menjadikan pergerakan sufistik diterima baik di tengah-tengah mereka. Bahkan sebagian orang Barat telah mengenal sufisme tanpa mengenal Islam !!!