Cetak

Dahulu ketika manusia masih berupa ruh, Allah bertanya, "Bukankah Aku Tuhan kalian?" Maka ruh pun menjawab,"Benar, kami menyaksikan." Ini adalah persaksian ruh manusia akan rububiyah Allah, yakni bahwa Allah adalah Sang Maha Pencipta, Yang Maha Memiliki, dan Yang Maha Mengatur. Ketika seorang manusia dalam rahim ibunya, Allah memerintahkan malaikat untuk menghembuskan ruh kedalam janin, dan sejak saat itulah manusia mulai hidup. 

Ketika seorang manusia terlahir dari rahim ibunya, ia memasuki alam dunia masih dalam fitrahnya, yaitu fitrah tauhid. Maka kemudian lingkungan di sekitarnya, terutama kedua orangtuanya atau orang-orang yang mengasuh dan mendidiknya akan membentuk dia untuk tetap dalam tauhid ataukah menyimpang dari tauhid. Jadi, manusia itu terbentuk dari lingkungannya. Ini faktor eksternal yang mempengaruhi arah hidup manusia.

Namun di sisi lain, Allah telah membekali dalam diri setiap manusia kemampuan untuk berpikir. Allah menganugerahkan akal pikiran kepada manusia yang membuat manusia bisa berpikir, dan ini yang membedakan manusia dari makhluq hidup lainnya seperti binatang. Akal pikiran inilah faktor internal dalam diri seorang manusia yang mempengaruhi arah hidupnya. Dengan demikian, akal pikiran dan lingkungan sekitar kedua-duanya mempengaruhi arah hidup manusia.

Bagaimana Nabi Ibrahim as mengamati alam semesta untuk mencari Tuhan adalah sebuah contoh bagaimana akal pikiran bisa mengarahkan seorang manusia untuk berpikir tentang Tuhan-Nya. Proses mencari Tuhan dan kebenaran ini haruslah dilakukan dengan sungguh-sungguh dan tak kenal putus asa sampai benar-benar menemukan kebenaran. Sebagaimana Nabi Ibrahim yang awalnya mendapatkan kesimpulan-kesimpulan yang salah, yakni mengganggap bahwa bulan dan matahari adalah Tuhan. Namun pada akhirnya Allah membimbingnya mencapai kebenaran setelah ia betul-betul bermujahadah untuk mendapatkan kebenaran tersebut. Ini sesuai janji Allah Ta'ala, "Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam (menemukan jalan)-Ku maka sungguh Kami akan menunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami." Jadi, manusia dalam hidupnya harus berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menemukan dan menapaki jalan Tuhannya. Dan karena inilah, kita selalu minta dalam sholat kita: "(Ya Allah) tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus."

Manusia diciptakan oleh Allah dari saripati tanah lalu dihembuskan ruh kedalam jasadnya. Karena itulah manusia itu terdiri dari dua unsur: unsur jasmani (jasad) dan unsur ruhani (ruh). Jasad manusia akan rusak ketika ia dimatikan oleh Allah. Namun ruh yang dicabut dari jasad akan terus melanjutkan kehidupannya sampai nanti setiap manusia akan dibangkitkan lagi. Karena manusia terdiri dari unsur bumi (saripati tanah) dan unsur langit (ruh), maka manusia juga memiliki dua kebutuhan dan kecenderungan. Manusia perlu makan, minum, dan syahwat biologis karena ia tercipta dari unsur bumi. Namun ruh manusia yang dahulu telah mempersaksikan rububiyah Allah membuat manusia senantiasa butuh kepada-Nya.

Mungkin (dan semestinya) manusia bertanya-tanya,"Untuk apa aku diciptakan?" Ini bisa menjadi pertanyaan yang tidak mudah bagi seorang manusia untuk menemukan jawabannya, dan barangkali manusia hanya bisa mengira-ngira jawabannya kecuali jika yang menciptakan manusia itu sendiri yang memberitahu tujuan ia diciptakan. Karena tujuan hidup ini sangat penting untuk diketahui, maka Allah mengutus para rasul-Nya untuk memberitakan kepada umat manusia tujuan mereka diciptakan.

Apakah manusia menyangka bahwa ia diciptakan begitu saja tanpa tujuan? Tidak.

Rasulullah saw diutus kepada umat akhir zaman untuk memberitakan firman-Nya, "Dan tidaklah Aku ciptakan manusia dan jin kecuali untuk menyembah-Ku (beribadah kepada-Ku)." Rasulullah saw juga memberitakan firman-Nya yang lain, "Ketika Tuhanmu berkata kepada para malaikat, 'Sesungguhnya aku akan menjadikan seorang khalifah diatas bumi." Dari firman Allah yang disampaikan oleh lisan Rasul-Nya, kita menjadi tahu bahwa manusia itu diciptakan dengan dua tujuan. Pertama, untuk menyembah (beribadah kepada) Allah. Kedua, untuk menjadi khalifah di muka bumi.

Amanah ibadah

Apa makna ibadah? Dari sisi bahasa, ibadah artinya tunduk dan patuh. Dengan demikian, beribadah kepada Allah artinya tunduk dan patuh kepada Allah. Bagaimana cara kita tunduk dan patuh kepada Allah? Allah Ta'ala telah mengutus rasul-rasul-Nya kepada umat manusia untuk menyampaikan bagaimana cara beribadah kepada Allah. Inilah cara Allah memberitahu manusia bagaimana cara beribadah kepada-Nya, yakni dengan cara mengutus para rasul-Nya. Tanpa para rasul ini, mustahil manusia bisa mengetahui cara beribadah kepada-Nya. Karena itulah Allah menyatakan, "Dan tidaklah Kami mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul kepada suatu kaum." Dan Allah sendiri menyatakan bahwa Dia pasti mengutus seorang utusan kepada suatu kaum. Dengan demikian, jumlah para utusan Allah itu sangat banyak, meskipun hanya 25 saja yang disebutkan namanya dalam Al-Qur'an. Dalam Al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang secara tegas menyatakan bahwa diutusnya para rasul adalah untuk mengajak kaum mereka menyembah (beribadah kepada) Allah. 

Allah mengutus para rasul-Nya agar para rasul tersebut mengingatkan manusia untuk beribadah kepada Tuhan dan menerangkan kepada mereka bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Allah menurunkan kepada sebagian rasul-Nya kitab suci sebagai pedoman hidup. Rasul-rasul tersebut ditugaskan untuk menjelaskan kandungan dan makna isi kitab suci. Dengan akal pikiran yang telah Allah anugerahkan, manusia bisa memahami kita suci dengan bimbingan para rasul Allah. Ada tiga hal penting disini: kitab suci, akal pikiran untuk memahami, dan bimbingan rasul.

Ibadah ada dua macam. Pertama adalah ketundukpatuhan kepada Allah dengan makna umum. Dalam pengertian ini, semua ciptaan Allah beribadah kepada Allah, karena semuanya tunduk dan patuh pada ketentuan-ketentuan Allah. Makna ibadah yang kedua adalah ketaatan kepada Allah dalam bentuk melaksanakan syariat-Nya. Ini adalah amanah yang dibebankan kepada manusia. Allah Ta'ala menyatakan bahwa dahulu Allah menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung namun mereka enggan untuk menerimanya. Manusialah yang mau menerima amanah tersebut (QS Al-Ahzab: 72). Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir ketika membahas QS Al-Ahzab: 72 bahwasanya Allah pertama-tama menawarkan amanah tersebut kepada langit, bumi, dan gunung-gunung namun mereka menyatakan ketidaksanggupan dan ketakutannya, namun mereka menyatakan akan taat secara sukarela atas semua perintah dan ketentuan Allah atas mereka. Maka kemudian Allah menawarkan amanah tersebut kepada Adam as. Lalu ia bertanya, "Wahai Tuhanku, apa yang akan aku dapat jika menerima amanah ini?" Allah menjawab, "Jika kamu taat dan berbuat baik maka kamu akan dibalas dengan ganjaran baik, namun jika kamu durhaka dan berbuat buruk maka kamu diadzab." Maka Adam pun menerima dan mengambil amanah ini. Karenanya manusia disebut zhalim dan bodoh karena mau menerima amanah tersebut dengan hanya melihat ganjaran kebaikan yang akan diperoleh namun tidak menyadari beratnya amanah tersebut dan konsekuensi jika tidak bisa menunaikan amanah tersebut. Maka disinilah kita paham bahwa karena manusia memikul amanah ini dan bisa memilih antara taat atau durhaka maka Allah memberikan balasan surga dan neraka kepada manusia. Adapun langit, bumi, dan lautan tidak akan mendapatkan balasan tersebut. Karena itulah seorang manusia di akhirat yang mendapatkan siksa akan berandai-andai: "Seandainya aku dahulu hanyalah tanah."

Karena itulah Allah menciptakan manusia di dunia ini untuk mengujinya. Allah menghidupkan manusia di dunia selama beberapa saat lalu kemudian mematikannya untuk menguji siapa yang paling baik amal perbuatannya. Allah memberikan ini dan itu (harta, ilmu, kekuasaan, dan sebagainya) kepada manusia di dunia ini dan mengangkat sebagian diatas sebagian yang lain beberapa derajat dalam rangka untuk menguji manusia [liyabluwakum fii maa aataakum, wa rafa'a ba'dhakum fawqa ba'dh darajaat liyabluwakum]. Allah memberikan kebebasan kepada manusia untuk taat atau membangkang (kufur). Dan Allah telah membekali dalam diri manusia potensi baik (taqwa) dan potensi buruk (fujuur) sekaligus. Kemudian Allah telah memberikan izin kepada Iblis dan bala tentaranya untuk menggoda manusia dan menggelincirkan manusia dari jalan yang lurus. Karenanya Allah menyatakan bahwa syetan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Masa ujian di dunia ini sejatinya sangat singkat, dan karenanya dunia disebut dunia karena ia hanya sebentar. Allah Ta'ala menyatakan bahwa "akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya." Karena itu Rasulullah saw mengingatkan agar kita hidup di dunia ini hanya seperti seorang musafir. Jangan menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Tujuan akhir kita adalah akhirat. 

Tugas khilafah di muka bumi

Allah Ta'ala menyatakan bahwa Dia telah men-taskhir (menundukkan) langit dan bumi, yakni alam semesta, untuk manusia, dan menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Karena taskhir itulah, kita memiliki kemampuan untuk mengelola bumi dan alam semesta. Dari sisi bahasa, khalifah artinya yang menggantikan. Yang dimaksud dengan khalifah di muka bumi disini adalah makhluq yang saling menggantikan dari satu generasi ke generasi berikutnya di muka bumi. Allah Ta'ala berfirman dalam QS Faathir: 39:

هُوَ الَّذي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ فِي الْأَرْض

"Dialah yang telah menjadikan kalian sebagai khalifah di muka bumi."

Makna lain tugas manusia sebagai khalifah artinya manusia mendapatkan mandat atau amanah dari Allah untuk memimpin, mengelola, dan memakmurkan bumi dan alam semesta. Ini seperti dalam firman-Nya dalam QS Shaad: 26:

يا داوُدُ إِنَّا جَعَلْناكَ خَليفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ

"Wahai Dawud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah diatas muka bumi, maka hukumilah diantara sesama manusia dengan kebenaran."

Pendek kata, tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi bisa dimaknai sebagai tugas untuk memakmurkan bumi. Karena itulah Allah membenci dan melarang kita untuk berbuat kerusakan di muka bumi (al-ifsaad). Jika manusia tidak mampu melaksanakan tugas khilafah dengan baik, maka akan timbul kerusakan di bumi akibat perbuatan tangan-tangan manusia.

Kesimpulan

Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa Allah menciptakan manusia untuk beribadah dan Dia menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Inilah dua misi hidup manusia. Allah telah memberikan amanah ibadah dan khilafah kepada manusia. Allah melahirkan kita di dunia untuk menguji kita selama hidup di dunia ini, dan membalas kita di akhirat nanti. Penting bagi kita untuk memahami misi hidup manusia. Jika tidak maka manusia akan berjalan tanpa tujuan yang jelas, hidup di dunia tapi tidak menunaikan seluruh amanah yang Allah berikan kepadanya. Bukan hanya kita dituntut memahami misi hidup ini, namun juga sering-sering mengingatkan pada diri kita akan misi ini. Jika tidak, kita bias terlena. Wallahu a'lam bish shawab.