Dalam tulisan tentang misi hidup manusia, telah dijelaskan makna ibadah secara umum. Kali ini, mari kita menghayati lebih dalam makna ibadah. Ibadah dari sisi bahasa artinya ketundukan dan kepatuhan. seperti halnya tunduk dan patuhnya seorang budak kepada majikannya. Karena manusia diciptakan untuk beribadah, maka manusia mesti bertanya: 1) kepada siapa saya beribadah? dan 2) bagaimana saya beribadah?

Sebenarnya ruh manusia telah mempersaksikan rububiyah Allah. Karena itulah kebanyakan manusia menyadari bahwa ada Dzat yang menciptakan dirinya dan alam semesta. Dan juga jiwa manusia memiliki kecenderungan untuk bersandar kepada Dzat tersebut. Permasalahannya adalah manusia perlu tahu tentang Dzat tersebut. Manusia perlu mengenal Tuhannya. Inilah titik yang paling penting dalam kehidupan manusia. Kesalahan di titik ini akan menyebabkan manusia tergelincir dari jalan yang lurus. Dan karena itulah, setinggi-tinggi dan semulia-mulia ilmu adalah ilmu mengenal Allah. Secara umum, ilmu mengenal Allah bisa didapatkan dari dua jalan: wahyu (ayat-ayat Allah yang tersurat) dan al-kawn (ayat-ayat Allah yang tercipta dan tersirat). Kedua sumber ilmu ini sama-sama kita perlukan. Kita perlu mentadabburi ayat-ayat Allah yang tersurat, yaitu kitab suci. Dan kita perlu mentafakkuri al-kawn karena ia juga penuh dengan tanda-tanda kekuasaan Allah. Karena itulah Al-Qur'an sendiri memerintahkan kita untuk mentafakkuri al-kawn.

Kepada siapa saya beribadah?

Yang dimaksud dengan mengenal Allah adalah mengenal sifat-sifat-Nya. Bagaimana kita menyifati Allah adalah inti dari mengenal Allah. Mengapa? Karena memang Allah hanya bisa dikenali melalui sifat-sifat-Nya. Kesalahan dalam menyifati Tuhan bermakna kita salah dalam mengenal-Nya, yang kemudian mengakibatkan kita menyembah yang bukan Dia. Karena Dia yang benar adalah Dia yang memiliki sifat-sifat yang benar. Yang tidak memiliki sifat-sifat-Nya berarti bukan Dia.

Sifat Allah yang paling utama adalah keesaan (al-wahdaniyah). Allah itu satu, mutlak, berdiri sendiri dan tidak butuh dengan selain-Nya. Karena itu menganggap ada banyak Tuhan baik dalam pengertian tuhan-tuhan yang setara ataupun tuhan-tuhan sub-ordinat adalah kesalahan yang paling mendasar. Allah adalah satu, dan satu-satunya yang menciptakan, memiliki, dan mengatur alam semesta beserta semua isinya. Di titik inilah orang-orang musyrik (politeis dan paganis) melakukan kesalahan terbesar. Dan karena itulah Allah paling marah jika ada hamba-Nya yang menyekutukannya. Dan sangat masuk akal bahwa Allah tidak akan mengampuni orang yang mati dalam keadaan menyekutukannya. Dan sebaliknya, Allah mewanti-wanti: "Janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam."

Dan karena Allah adalah satu-satunya yang memiliki sifat ketuhanan (rububiyah) maka hanya kepada-Nya kita mesti menyembah, yakni mencintai dengan kecintaan tertinggi, takut dengan ketakutan tertinggi, dan menaatinya. Inilah yang disebut sebagai tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Dan karena Allah adalah Tuhan, maka kita juga mesti menyifati Allah dengan sifat-sifat ketuhanan, yakni sifat-sifat kemahaagungan, kemahasempurnaan, dan kemahasucian. Dan karena pengetahuan kita tentang Allah bersifat terbatas, maka Allah menurunkan rasul-Nya untuk menerangkan sifat-sifat-Nya. Kita mesti menyematkan sifat-sifat ketuhanan hanya kepada Allah Yang Satu, dan tidak menyematkannya kepada selain-Nya. Inilah yang disebut sebagai tauhid asmaa' wa shifaat.

Bagaimana saya beribadah?

Setelah kita tahu siapa Tuhan saya yang mesti kita sembah, maka berikutnya kita mesti tahu bagaimana cara saya menyembah-Nya (beribadah kepada-Nya). Bagaimana cara kita menyembah-Nya mestinya ditanyakan kepada-Nya: "Ya Allah, bagaimana saya mesti menyembah-Mu?" Disinilah lagi-lagi kita butuh rasul (utusan) Allah, untuk menerangkan kepada kita bagaimana kita mesti menyembah-Nya. Para rasul tersebut adalah manusia-manusia yang dipilih oleh Allah dimana Allah mewahyukan kepada mereka apa yang perlu disampaikan kepada kaum mereka. Mengapa Allah memilih para rasul-Nya dari bangsa manusia? Tentu saja karena hanya manusia saja yang bisa berkomunikasi dengan manusia secara baik, dan juga agar para rasul tersebut menjadi contoh yang bisa diikuti karena sama-sama manusia.

Kalau kita mencermati Al-Qur'an dan sunnah Rasulullah saw, kita mendapati bahwa ibadah itu mencakup dua hal dari sisi peruntukannya: 1) hak-hak Allah (huquq Allah) dan 2) hak-hak sesama manusia (huquq al-Aadamiyyin) dan alam semesta. Dua cakupan ibadah ini selaras dengan dua tugas manusia: tugas ibadah dan tugas khilafah, sebagaimana dibahas dalam tulisan "Misi Hidup Manusia". Mengenai cakupan ibadah yang pertama, kita mesti memahami bahwa Allah memerintahkan kita untuk menunaikan "hak-hak-Nya". Ini bukan berarti karena Allah butuh dengan ibadah-ibadah jenis ini. Allah tidak butuh dengan apapun, termasuk dengan ibadah kita. Sejatinya "hak-hak Allah" inipun dimaksudkan untuk kemaslahatan manusia itu sendiri, yang seringkali bisa kita selami hikmah-hikmahnya. Ibadah huquq Allah ini bukan hanya mencakup ibadah ritual saja namun juga beberapa hal yang sifatnya hubungan sesama makhluk. Karakter mencolok dari huquq Allah ini adalah kadang-kadang dirasakan sebagai seolah-olah bukan kebutuhan manusia atau tidak menguntungkan ataupun merugikan manusia, meskipun jika kita cermati seringkali kita bisa menyingkap sebagian dari hikmah-hikmah-Nya buat kemaslahatan manusia. Contoh huquq Allah yang sifatnya ritual adalah sholat, puasa, dan haji. Jika dipikir-pikir, ibadah-ibadah ini terlihat sama sekali tidak menguntungkan manusia jika dilakukan dan tidak merugikan manusia jika ditinggalkan. Bahkan, menunaikan sholat lima waktu setiap hari seolah-olah terlihat membebani manusia dan hanya menyita waktu saja. Namun pahamilah bahwa sholat dan puasa adalah hak Allah. Contoh huquq Allah yang sifatnya hubungan antar sesama adalah haramnya zina. Sepintas lalu zina kalaupun dilakukan terlihat tidak merugikan para pelakunya, karena dilakukan atas dasar suka sama suka, dan juga bahkan tidak merugikan orang lain. Namun pahamilah bahwa menjauhi zina adalah hak Allah. Karena itu hukuman bagi pezina dalam Islam masuk dalam kategori hudud, dimana hudud adalah hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh Allah atas pelanggaran terhadap hak-hak Allah.

Adapun cakupan ibadah yang kedua adalah huquq al-Aadamiyyin. Ini meliputi sebagian besar ibadah muamalah dan setiap amal kebaikan yang kita lakukan kepada sesama manusia dan kepada sesama makhluq. Sebagaimana disebutkan diatas, ibadah jenis ini terkait erat dengan fungsi kita sebagai khalifah diatas muka bumi, dimana kita diperintahkan untuk berbuat kebaikan dan menjauhi berbuat kerusakan di atas muka bumi. Karena itulah ketika Allah mengatakan kepada para malaikat bahwa Dia akan menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi maka malaikat "mempertanyakan" rencana tersebut karena dalam pengetahuan para malaikat manusia itu suka berbuat kerusakan di muka bumi dan menumpahkan darah. Artinya, berbuat kerusakan di muka bumi adalah hal yang bertolak belakang dengan amanah khilafah.

Adapun ibadah dari sisi sifatnya bisa dibedakan menjadi dua pula: ta'abbudiyah atau sering disebut sebagai ibadah mahdhah dan ghayr ta'abbudiyah atau juga sering disebut sebagai mu'amalat atau ibadah ghayr mahdhah. Ibadah ta'abbudiyah artinya ibadah yang bersifat khusus dan ritual. Ia disebut ibadah mahdhah yang berarti ibadah murni karena sifatnya murni khusus untuk Allah semata. Karena sifatnya ritual, maka tata cara ibadah ini bersifat tauqifi, yakni mengikuti tuntunan dan contoh dari Allah dan Rasul-Nya secara apa adanya. Contohnya adalah sholat. Kapan saja dan bagaimana gerakan dan bacaan sholat harus mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Adapun ibadah muamalat sifatnya berhubungan dengan sesama manusia atau sesama makhluq. Disebut ghayr mahdhah yang berarti tidak murni karena meskipun niatnya karena Allah (untuk mendapatkan ridha Allah) namun bentuknya adalah hubungan dengan sesama manusia atau sesama makhluq. Untuk ibadah jenis ini, sepanjang ada ketentuan-ketentuan dari Allah dan Rasul-Nya yang bersifat khusus maka kita harus mengikutinya. Dalam perkara-perkara yang tidak ada ketentuan khususnya, kita mengikuti tuntunan umum yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam melaksanakan suatu ibadah muamalah.