Pengurutan dan Pembagian Al-Qur'an
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Masalah pengurutan (tartib) dan pembagian (taqsiim, tahziib, tajzii') Al-Qur'an bisa dijabarkan menjadi beberapa permasalahan sebagai berikut. Pertama, urutan ayat-ayat dalam setiap surat. Semua sepakat bahwa ini tauqifi. Kedua, pembagian Al-Qur'an menjadi beberapa surat. Semua sepakat bahwa ini juga tauqifi. Kemudian basmalah diletakkan di awal setiap surat untuk memisahkannya dengan surat yang lainnya, kecuali QS Al-Taubah (Bara-ah) yang langsung disambungkan dengan QS Al-Anfal. Dengan demikian jumlah keseluruhan surat dalam Al-Qur'an adalah 114 surat, atau 113 surat jika QS Al-Anfal dan QS Al-Taubah dianggap sebagai satu surat.
Ketiga, urutan surat-surat dalam Al-Qur'an. Mengenai masalah ini terdapat tiga pendapat. Pendapat pertama, urutan surat-surat adalah tauqifi. Pendapat kedua, urutan surat-surat adalah ijtihad di masa sahabat Rasulullah saw. Pendapat ketiga, urutan surat-surat sebagiannya tauqifi dan sebagiannya hasil ijtihad di masa sabahat Rasulullah saw.
Keempat, pembagian Al-Qur'an selain dari pembagiannya menjadi surat-surat. Mengenai hal ini, pembagian yang paling utama adalah yang berasal dari hadits Nabi saw, dimana Al-Qur'an dibagi menjadi empat: 1) al-thiwaal, 2) al-mi'uun, 3) al-matsaanii, dan 4) al-mufashshal. Dikecualikan dari empat bagian ini adalah QS Al-Fatihah karena ia adalah Fatihatul Kitab (Pembuka Al-Qur'an) dan Ummul Kitab atau Ummul Qur'an (Induk Al-Qur'an).
Al-Thiwaal disebut demikian karena terdiri dari surat-surat yang panjang. Al-Thiwaal adalah tujuh surat yang pertama sesudah QS Al-Fatihah, yaitu: 1) Al-Baqarah, 2) Ali 'Imran, 3) Al-Nisaa', 4) Al-Maidah, 5) Al-An'am, 6) Al-A'raaf, dan 7) Al-Anfal + Al-Taubah (Baraa-ah).
Al-Mi'uun disebut demikian karena panjang masing-masing surat adalah sekitar seratus ayat. Menurut Said Hawa dalam Al-Asas fi al-Tafsir, Al-Mi'uun dimulai dari QS Yunus dan berakhir dengan QS Al-Qashash. Sedangkan Al-Matsaani dimulai dari QS Al-Ankabut dan berakhir dengan QS Qaaf. Dan Al-Mufashshal dimulai dari QS Al-Dzariyat dan berakhir dengan QS Al-Naas.
Tujuan Pembebanan Syariat
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Dalam kitabnya Al-Muwafaqat, Imam Al-Syathibi menegaskan bahwa, jika kita mencermati (istiqra') syariat agama ini maka kita mendapati bahwa tujuan dibebankannya syariat adalah untuk kemaslahatan hamba-hamba Allah itu sendiri. Kita akan mendapati bahwa Allah dan Rasul-Nya menyebutkan 'illah (sebab atau tujuan) dari berbagai hal. Ini memberikan kita dua hal. Pertama, menjadikan kita sadar bahwa syariat ini bertujuan untuk memberikan kemaslahatan bagi kita sendiri. Kedua, memberitahukan kepada kita tujuan dari berbagai bentuk syariat yang dibebankan kepada kita.
Mengenai tujuan penciptaan, Allah Ta'ala menerangkannya sebagai berikut:
1) Penciptaan jin dan manusia:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالأِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
2) Penciptaan langit dan bumi:
وَهُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا
3) Penciptaan kehidupan dan kematian:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً
Macam-macam Maqashid Syariah
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Dalam kitabnya Al-Muwafaqat, Imam Al-Syathibi menyebutkan bahwa taklif syariat bertujuan untuk menjaga tiga jenis maqashid (tujuan): dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Dharuriyat adalah sesuatu yang harus dipenuhi dalam rangka menjaga kemaslahatan agama dan dunia yang meliputi al-dharuriyat al-khams yaitu:
- Menjaga agama (hifzh al-diin)
- Menjaga nyawa (hifzh al-nafs)
- Menjaga akal (hifzh al-'aql)
- Menjaga harta (hifzh al-maal)
- Menjaga kehormatan dan keturunan (hifzh 'al-'irdh wa al-nasl)
Jika dharuriyat tidak dipenuhi maka akan menimbulkan halak (kehancuran) atau fasad (kerusakan) dalam sebagian atau keseluruhan dari kelima aspek diatas, yang mewakili kemaslahatan agama dan dunia.
Ibadah-ibadah khusus seperti menjaga keimanan, mengerjakan sholat, membayar zakat, berpuasa, menunaikan haji, dan sebagainya disyariatkan dalam rangka menjaga agama segenap mukallaf. Syariat memerintahkan kita melakukan perbuatan sehari-hari ('aadaat) seperti makan dan minum yang halal, mengenakan pakaian, berteduh di dalam rumah, dan sebagainya dalam rangka memelihara nyawa dan akal segenap mukallaf. Syariat memperbolehkan jual-beli dalam rangka untuk menjaga harta segenap mukallaf. Syariat mensyariatkan nikah dalam rangka menjaga kehormatan dan keturunan segenap mukallaf.
Allah melarang berbagai perbuatan buruk dan kejahatan serta menetapkan berbagai hukuman (hudud dan jinayat) bagi yang melanggar dalam rangka menjaga kelima dharuriyat diatas. Syariat menetapkan hukuman bagi orang yang meninggalkan sholat dan zakat untuk menjaga agamanya. Allah menetapkan hukuman qishash bagi pembunuhan secara sengaja dalam rangka untuk menjaga nyawa. Allah melarang minum khamr dan syariat menetapkan hukuman bagi pelakunya dalam rangka menjaga akal. Allah menetapkan hukuman hadd bagi pencuri untuk menjaga harta manusia. Dan Allah menetapkan hukuman hadd bagi pezina dalam rangka menjaga kehormatan dan keturunan umat manusia.
Lima Kaidah Fiqhiyah
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Kaidah-kaidah fiqhiyah merupakan kaidah-kaidah yang disimpulkan dari dalil-dalil Al-Qur'an dan As-Sunnah mengenai hukum-hukum fiqih. Dengan demikian, kaidah-kaidah fiqih ini adalah rumusan para ulama' setelah mereka melakukan istiqra' (observasi) terhadap dalil-dalil Al-Qur'an dan Al-Sunnah mengenai berbagai hukum fiqih. Terdapat banyak sekali kaidah fiqhiyah. Namun, kaidah-kaidah yang asasi ada lima, biasa disebut sebagai al-qawa'id al-fiqhiyah al-khams atau al-qawa'id al-fiqhiyah al-kubra. Berikut ini ringkasan mengenai lima kaidah fiqhiyah tersebut.
Kaidah pertama:
الأمور بمقاصدها
(Perkara tergantung pada tujuannya)
Diantara dalilnya adalah sabda Rasulullah saw:
إنما الأعمال بالنيات
"Sesungguhnya amalan itu hanya tergantung pada niatnya."
Dalam hal ini, amalan tergantung kepada niat dalam hal: 1) diterima tidaknya amalan oleh Allah tergantung pada niatnya, apakah ikhlas karena Allah ataukah tidak, 2) amalan mubah bernilai ibadah ataukah tidak, 3) untuk membedakan perbuatan biasa (adat) dengan ibadah, 4) untuk membedakan ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya.
Dosa-dosa Besar
- Ditulis oleh Abdur Rosyid
Berikut ini adalah beberapa dosa besar sebagaimana dirangkum oleh Imam Al-Dzahabi dalam kitabnya Al-Kabaa-ir. Ada 75 dosa yang dimasukkan dalam kategori dosa-dosa besar, meskipun untuk sebagiannya beliau mengatakan "la'allahaa laisat minal kabaa-ir (semoga tidak termasuk dosa besar)". Artinya, tidak mesti semua dari 75 dosa dibawah ini betul-betul merupakan dosa besar. Namun penulis mencermati bahwa 30 dosa yang pertama adalah betul-betul merupakan dosa-dosa besar karena dalil-dalilnya sudah sangat jelas.
- Syirik (menyekutukan Allah)
- Membunuh manusia
- Sihir
- Meninggalkan sholat wajib
- Tidak membayar zakat ketika sudah wajib zakat
- Durhaka kepada orangtua
- Makan riba
- Makan harta anak yatim (secara zhalim)
- Berdusta atas nama Nabi saw
- Tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa udzur atau rukhshah
- Lari dari medan perang
- Berzina
- Pemimpin yang menipu dan zhalim kepada rakyatnya
- Minum khamr
Halaman 13 dari 58